Page 100 - Tanah Hutan Rakyat
P. 100
Tanah Hutan Rakyat 87
berkembang dan direspon oleh Perum Perhutani, dengan
mengijinkan masyarakat Desa Kalimendong menanam albasia
dan salak di sela-sela tegakan pohon pinus milik Perum
Perhutani. Respon yang diberikan oleh Perum Perhutani ini
dikenali sebagai sebuah aksi (action), dan bukan hanya sekedar
perilaku (behavior). Talcott Parsons (1902 – 1979) menyatakan
bahwa ada perbedaan makna antara istilah “aksi” dengan istilah
“perilaku”. Menurutnya, “aksi” menunjukkan adanya suatu
aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan diri individu.
Sementara itu, “perilaku” menunjukkan adanya penyesuaian
mekanistik pelaku terhadap stimulus (rangsangan) yang
diterimanya. Dengan demikian istilah “perilaku” digunakan,
ketika pelaku memperlihatkan proses penyesuaian mekanistik
dengan mengabaikan sifat kemanusiaan dan subyektivitas
dirinya. Sebaliknya istilah “aksi” digunakan, ketika pelaku
memperlihatkan sifat kemanusiaan dan subyektivitas dirinya
dalam merespon suatu stimulus.
Ketika aksi dilakukan oleh masyarakat Desa Kalimendong,
saat itulah mereka memperlihatkan sifat kemanusiaan, yaitu
keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam frame
konservasi tanah. Untuk itu masyarakat mengorganisasikan,
mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatannya ke dalam
berbagai macam peran (roles), di mana melalui peran inilah
masyarakat mengetahui jati-dirinya yang siap bekerjasama
dalam memberdayakan masyarakat. Hal ini kemudian
mendorong Mulyadi melakukan penawaran kepada Perum
Perhutani, agar masyarakat diijinkan berpartisipasi dalam
mengelola tanah hutan negara.