Page 59 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 59
oriented model (Utama, 2020). Pengakuan masyarakat hukum
adat dituangkan secara formil melalui peraturan perundang-
undangan dalam berbagai sektor. Sehingga ketika terdapat
sengketa pertanahan, MHA harus terlebih dahulu membuktikan
kapasitasnya sebagai subjek hukum, kemudian baru dapat
memperjuangkan hak tradisionalnya. Sementara pengakuan MHA
sendiri bukan proses yang mudah dan cepat, melainkan perlu
dilakukan melalui rangkaian prosedur dan sifatnya yang politis
(Utama, 2020).
Hak tradisional tersebut juga mencakup hak tenurial MHA
dengan sifat-sifat khususnya. Hak tenurial pada sumber daya alam
dimaksudkan sebagai hubungan sosial serta keberadaan lembaga
pengatur akses dan tata guna lahan juga sumber daya (von Benda-
Beckmann, et al., 2006; Larson, 2013). Larson (2013) menyimpulkan
bahwa tenurial lahan hutan adalah mengenai siapa yang memiliki,
memanfaatkan, mengelola serta memutuskan terkait sumber daya
hutan (termasuk lahan). Dalam hal ini tenurial dimaknai sebagai
kandungan dari hak itu sendiri, sedangkan “hak” dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang. Oleh karenanya berpotensi terjadi
konflik tenurial.
Sengketa pertanahan yang salah satunya disebabkan oleh
tindakan mafia tanah dapat memperburuk jaminan hak tenurial
MHA. Ketika berhadapan dengan kejahatan yang tersistem,
masyarakat hukum adat berada dalam posisi lebih lemah. Hal ini
karena masyarakat hukum adat sendiri merupakan subjek yang
distinct karena di dalam persekutuannya berlaku hukum yang
hidup di masyarakat (Taylor, 1992).
Sementara tindakan melanggar hukum yang dilakukan mafia
tanah bersifat formil, tertulis, dan memiliki kedudukan “lebih
pasti” di mata hukum negara. Terlebih dengan model pengakuan
48 Akselerasi Peningkatan Kualitas Pelayanan Pertanahan dan Tata Ruang
Menuju Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat