Page 62 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 62
Pengakuan dan jaminan hak tenurial memiliki model-model
yang menjadi diskursus. Fitzpatrick (2005) mengejawantahkan
bentuk-bentuk pengakuan hukum atas hak tenurial adat menjadi
empat pendekatan, yaitu pendekatan minimalis (minimalist
approach), metode agensi (the agency method), penggabungan
kelompok-kelompok adat (group incorporation), serta
menggunakan dewan tanah (land board).
Pendekatan minimalis di sini dimaksudkan untuk membatasi
peran eksternal dan memperkuat struktur internal MHA. Sehingga
Negara hanya menentukan batas-batas wilayah adat tanpa
menentukan siapa menduduki wilayah mana. Pada pendekatan
metode agensi, wilayah adat akan diadministrasikan oleh
representasi kelompok sehingga pendaftaran tanah ulayat yang
bersifat komunal dapat diregistrasi oleh individu. Kemudian dalam
pendekatan kelompok dalam pendekatan metode agensi, tenurial
akan diakui dalam kepemilikan atau penguasaan kelompok adat
dalam bentuk badan hukum. Sementara untuk pendekatan land
board, dilakukan desentralisasi untuk urusan pengakuan hingga
penyelesaian sengketa tanah sesuai dengan yurisdiksinya.
Pendekatan land board merupakan metode yang paling
mendekati terkait pengakuan hak masyarakat hukum adat, yaitu
melalui produk hukum di tingkat daerah. Dalam hukum adat,
Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 menjadi salah satu tonggak
perubahan pengakuan hukum adat menjadi lebih progresif.
Terdapat beberapa peraturan pelaksana yang terbit setelahnya,
seperti Permendagri No. 52 Tahun 2014, Permen LHK No. P32/
Menlhk-Setjen/2015, serta Permen ATR/BPN No. 10 Tahun 2016.
Di Indonesia, pengakuan berorientasi subjek tidak serta merta
menjamin hak-hak tradisional MHA seperti hak penguasaan atas
wilayah dan sumber daya alam (Utama, 2020). Dari segi hukum,
Strategi Kolaboratif Penyelesaian Sengketa, Konflik, dan 51
Perkara Pertanahan dan Pemberantasan Mafia Tanah