Page 61 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 61
normatif, yaitu penelitian hukum yang proses pengembangannya
didasarkan pada doktrin oleh konseptornya (Soetandyo, 2009).
Dalam penelitian hukum doktriner ini penulis akan menggunakan
bahan-bahan primer berupa peraturan perundang-undangan
dan yurisprudensi. Juga menggunakan bahan-bahan sekunder,
yaitu karya-karya akademis. Dalam tulisan ini digunakan putusan
pengadilan yaitu Putusan No. 18/G/2015/Ptun.Bjm dan Putusan No.
248K/Ptun/2016 dan karya akademis, seperti (dan tidak terbatas
pada) tulisan Utama berjudul “Dari Pengakuan Masyarakat Adat
Menuju Pemenuhan Hak Tenurial: Masih “Menunggu Godot”.
Model Pengakuan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai paradigma pengakuan
hukum adat di Indonesia yang berorientasi subjek melalui
peraturan daerah. Utama (2020) berpendapat bahwa Mahkamah
Konstitusi melalui Putusan No. 35/PUU-X/2012 terjebak dalam
paradigma formalistik karena melakukan limitasi pengakuan MHA
melalui peraturan daerah sehingga memperkuat ketentuan Pasal
67 UU Kehutanan. Utama (2020) menyebut bahwa nilai asli hukum
adat (living customary law) rentan terdistorsi melalui adanya
kebijakan dan kepentingan oleh negara (customary law tertulis).
Hal ini berarti interaksi hukum adat dengan hukum negara yang
kemudian terjadi formalisasi hukum adat (melalui peraturan
perundang-undangan), dapat berimplikasi pada perbedaan antara
apa yang tertulis dengan apa yang terjadi sesungguhnya.
Pengakuan hukum adat yang bersifat formalistik ini berlaku
pada pengakuan subjek dan pengakuan hak. Namun oleh Utama
(2020) disebutkan bahwa kedua pengakuan ini memiliki dua
mekanisme hukum yang berbeda mengacu pada politik hukum
pengakuan MHA di Indonesia. Dalam arti kedua pengakuan
tersebut bukan merupakan satu kesatuan.
50 Akselerasi Peningkatan Kualitas Pelayanan Pertanahan dan Tata Ruang
Menuju Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat