Page 63 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 63
pengakuan hak mensyaratkan pengetahuan tentang subjek, objek
serta jenis hak yang akan diakui (Zakaria, 2016). Tetapi kemudian
menjadi pertanyaan, apakah objek dan/atau jenis hak akan
merujuk kepada satu subjek yang sama?
Utama (2020) menemukan bahwa terdapat sebab-sebab
yang menghambat implementasi pengakuan hak berorientasi
subjek, yaitu 1) jebakan keseragaman; 2) biaya tinggi, waktu yang
lama, dan hasil yang tidak pasti; serta 3) dilema dan kompromi
pemerintah. Jebakan keseragaman dimaksudkan pada kondisi di
lapangan bahwa masyarakat hukum adat terdiri dari banyak satuan
unit dan di setiap kelompoknya dapat terkualifikasi sebagai MHA.
Sehingga akan mustahil melakukan semua pengakuan formil pada
setiap satuan unit, sementara penyeragaman tunggal bukan opsi
yang lebih baik.
Zakaria (2016) mencontohkan bahwa subyek dari tanah ulayat
di Minangkabau, Sumatera Barat sangat beragam, yaitu kaum/buah
gadang, suku, buek, atau nagari. Tanah ulayat pun juga beragam
bentuknya, dapat berupa hutan adat, dengan jenis yang berbeda-
beda. Di Bali, Sudantra (2018) menyebutkan bahwa terdapat
beragam bentuk MHA di samping Desa Pakraman (Desa Adat),
seperti dadia/panti (berdasarkan genealogis), sekaa (berdasarkan
keturunan/wit) dan juga Subak (fungsional).
Atas beragamnya susunan masyarakat hukum adat di
Indonesia, kemudian menimbulkan kompleksitas penentuan
unit sosial untuk mengakui hak-hak MHA tertentu (Zakaria,
2016). Faktor keberagaman inilah yang oleh Zakaria disebut akan
mempengaruhi langsung instrumen pengakuan hukumnya. Atas
kompleksitas pengakuan unit sosial (subjek) tersebut tentu akan
berpengaruh pada jaminan hak tenurial MHA.
52 Akselerasi Peningkatan Kualitas Pelayanan Pertanahan dan Tata Ruang
Menuju Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat