Page 68 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 68
Agraria. Dalam Pasal 12 ayat (4) kelompok ini dimaknai sebagai
gabungan dari orang perorangan yang membentuk kelompok,
berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan
untuk diberikan objek redistribusi tanah. Sehingga mereka yang
belum memiliki perda pengakuan karena faktor kompleksitas,
politis dan akses tetap dapat dijamin hak tenurialnya melalui
pengakuan jenis ini.
Adapun perbedaan mendasar antara kedua bentuk pengakuan
hak komunal tersebut terletak pada subjek MHA yang telah atau
belum memiliki perda pengakuan. Bagi MHA yang sulit mengakses
perda pengakuan tetap dapat memperoleh jaminan hak tenurial
melalui SK. Untuk penerbitan tanda hak kepemilikan/penguasaan
tanah ulayat (komunal/publik) MHA tetap mungkin memilikinya
dalam bentuk SK bukan sertipikat.
Penutup
Sengketa pertanahan dapat terjadi karena berbagai faktor
termasuk yang disebabkan oleh mafia tanah. Masyarakat
hukum adat pun juga rentan menjadi korban. Namun, karena
karakteristiknya yang berbeda, MHA harus memperoleh
pengakuan terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan, mengakses
dan memperjuangkan hak-hak tradisionalnya. Tetapi model
pengakuan hak MHA yang berorientasi subjek oleh negara
memiliki berbagai kekurangan. Akibatnya, hak tenurial MHA
menjadi tidak terjamin dan semakin rentan.
Oleh karenanya diperlukan alternatif strategi pengakuan hak
MHA, yaitu dengan melakukan pendekatan/orientasi berbasis hak.
Dalam arti pengakuan dapat difokuskan kepada hak-hak konkret
MHA. Pengakuan hak ini dapat dilakukan melalui produk hukum
Surat Keputusan yang mengakomodasi MHA tanpa maupun
dengan perda pengakuan. Hal ini menjadi mungkin mengingat
Strategi Kolaboratif Penyelesaian Sengketa, Konflik, dan 57
Perkara Pertanahan dan Pemberantasan Mafia Tanah