Page 64 - ESSAI AGRARIA 22.indd
P. 64
Pada kenyataannya hak tenurial MHA ini bersifat dinamis
dan beradaptasi secara historis bersama perubahan ekonomi dan
teknologi (Bruce, et al., 1994; Utama, 2020). Pada dasarnya hukum
adat bersifat dinamis, terus berkembang dan merupakan ilmu
pengetahuan empiris (Pradhani 2020). Utama mengejawantahkan
6 kategori hak tenurial adat sebagai representasi (bukan upaya
penyeragaman tipologi), di antaranya adalah wilayah adat,
hak bersama komunitas, hak bersama keluarga, hak individu
masyarakat adat, hak pihak ketiga, serta hak lain yang diberi
negara.
Bersesuaian dengan hak tenurial MHA, Arizona, et. al. (2017,
pp. 3-7), menguraikan ragam materi muatan produk hukum daerah
menjadi 5, yaitu (1) lembaga adat, peradilan adat dan hukum adat;
(2) keberadaan masyarakat adat; (3) wilayah adat dan hutan adat;
(4) desa adat serta (5) lembaga pelaksana pun ditemukan bahwa
pasca Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 terdapat perkembangan
produk hukum daerah mengenai masyarakat adat. Arizona, et. al.
juga menginventarisasi bahwa produk hukum daerah mengenai
wilayah adat mengalami peningkatan. Meskipun produk hukum
daerah masih didominasi oleh pengaturan mengenai lembaga
adat, peradilan adat dan hukum adat (subjek).
Pengakuan Hak dalam Sengketa Pertanahan
Pada ranah praktik, MHA kerap kali menemukan “kebuntuan”
atau “tersandung batu besar” dalam memperjuangkan hak-
haknya. Hal ini sebagaimana termuat dalam penelitian empiris
yang dilakukan oleh Utama, (2020) pada masyarakat adat di Balai
Kiyu, Manggarai Timur, dan Wehea. Pada tiga kasus yang diteliti
tersebut, Utama mencapai kesimpulan bahwa upaya pemenuhan
hak mengalami kesulitan karena 3 hal. Pertama, kompleksitas
dan ragam tipologi komunitas adat serta penguasaan tanah di
Strategi Kolaboratif Penyelesaian Sengketa, Konflik, dan 53
Perkara Pertanahan dan Pemberantasan Mafia Tanah