Page 268 - Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
P. 268
SENGKETA TUMPANG TINDIH PENGUASAAN DAN/
ATAU KEPEMILIKAN HAK GUNA USAHA (HGU)
DENGAN KAWASAN HUTAN (KH) STUDI
DI KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA
Sarjita, Abdul Haris Farid
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
A. Pendahuluan
Diperkirakan seluas 17,6 juta ha. s/d 24,4 juta ha. hutan terjadi konflik
berupa tumpang-tindih klaim hutan Negara dan klaim masyarakat
adat atau masyarakat lokal lainnya, klaim pengembangan desa/
kampung, serta adanya izin sektor lain (Perkebunan/HGU) yang
dalam praktiknya terletak dalam kawasan hutan.
Ketiadaan pengelolaan hutan, dan konflik atau potensi konflik
mengakibatkan hilangnya sejumlah insentif pelestarian hutan alam
yang masih ada dan disinsentif bagi pelestarian hasil rehabilitasi
hutan dan lahan. Dalam skala nasional, luasnya hutan yang tidak
dikelola menjadi penyebab lemahnya pemerintah menjalankan
kewajiban dalam mengamankan aset hutan alam maupun hasil
rehabilitasi. Situasi yang sama dialami para pemegang hak atau izin.
Salah seorang anggota DPRD menanggapi kinerja pansus
kehutanan yang sampai saat ini belum optimal karena inkonsistensi
dan ketidak seriusan pemerintah dan stakeholder terkait. Beberapa
masalah tapal batas hutan di Sumut hingga kini belum terselesaikan
dengan baik. Misalnya, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang
satu dengan KPH yang lain, dan hutan lindung atau Negara, dengan
hutan sosial atau hutan Areal Penggunaan Lain (APL) dan tapal
batas hutan register. Terkait pengelolaan hutan, banyak terjadi di
Sumatera Utara seperti Kasus Toba Pulp Lestari (TPL) di Tapanuli,
yang hingga ini belum diketahui mana konsesi mereka dan hutan