Page 101 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 101
82 Land Reform Dari Masa Ke Masa
gerakan petani, land reform, pembaruan agraria, reforma
agraria, segera menjadi begitu populer di kalangan aktivis
gerakan agraria. Mereka juga menggunakan periode
transisi politik ini untuk mendirikan organisasi-organisasi
petani lokal, yang dilanjutkan dengan pengembangan
jaringan, federasi-federasi dari organisasi-organisasi
petani lokal, dan organisasi-organisasi non-pemerintah
(LSM). Sebuah koalisi LSM, Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA), didirikan di tahun 1995 pada era Suharto,
mengembangkan studi-studi mengenai kritik atas
kebijakan-kebijakan agraria Orde Baru, menerbitkan
buku-buku dan paper-paper posisi, dan melaksanakan
pelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan kesadaran
dan suatu pandangan baru atas apa yang Powelson dan
Stock (1987) sebut land reform by leverage. Gunawan
Wiradi, seorang pakar agraria dari Institut Pertanian
Bogor (IPB), yang juga merupakan pendiri KPA,
mengenalkan gagasan Powelson dan Stock mengenai
“land reform by leverage” yang berbeda dengan “land
reform by grace” kepada KPA setelah mempelajari bahwa
sebagian besar elit politik di negara-negara paska-kolonial
menerapkan reforma agraria yang dijalankan negara pada
akhirnya mengkhianati petani karena kepentingan politik
mereka (Wiradi 1997, 2001). KPA juga meluncurkan
64
sebuah kampanye terkoordinasi dengan anggota-anggota
LSM-nya dan ilmuwan-ilmuwan terkait untuk
dikuasai oleh PT. Rejosari Bumi yang dimiliki keluarga Suharto.
Aktivitas organisasi untuk melancarkan pendudukan tanah dimulai
langsung setelah Suharto mengumumkan pengunduran dirinya dari
posisi presiden (Bachriadi dan Lucas 2001).
61 Wiradi menulis, “(h)ampir semua pembaruan agraria sudah
dilaksanakan di bawah kebaikan pemerintah, sehingga setelah kesadaran
pemerintah (mengenai arti pentingnya) berubah, kemudian semua hal-
hal positif yang diciptakan oleh pembaruan agraria terhapus. Bahkan, tidak
ada satu pemerintahan yang menjalankan pembaruan agraria secara adil