Page 106 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 106
Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto 87
sumber daya alam yang dihasilkan oleh rezim Orde Baru
Suharto dan menyelesaikan berbagai kontradiksi dan
tumpang tindih antara hukum-hukum tersebut dengan
UUPA 1960 (lihat Soemardjono 2005:226-232). Hal ini
menguatkan pendapat yang digencarkan oleh para
sarjana dan aktivis agraria, termasuk yang bergabung
dalam KPA. Namun, pada bulan November 1999,
sebelum rekomendasi bisa dijalankan, Presiden Habibie
dan kabinetnya berakhir.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-
nesia (MPR RI) pada pertemuan pada bulan November
1999 menolak laporan pertanggungjawaban Habibie ke
MPR RI tentang apa yang telah dicapai selama
kepresidenannya. Presiden Habibie gagal mendapatkan
suara mayoritas yang dibutuhkan dari anggota MPR RI, 67
yang sebagian besar merupakan konsekuensi dari
perubahan susunan anggota MPR setelah pemilu Juni
1999. Abdurahman Wahid (seorang ulama Islam, Ketua
68
Tanfidziah Nadhatul Ulama, organisasi Islam moderat
terbesar di Indonesia) dan Megawati Sukarnoputri (putri
dari Sukarno dan pemimpin sebuah partai politik oposisi,
PDI Perjuangan) terpilih masing-masing sebagai
67 Dalam sistem politik Indonesia, Majelis Permusyawaratan
Republik Indonesia (MPR RI) terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Utusan Daerah dari
propinsi dan kelompok-kelompok fungsional (militer, petani,
pekerja, pemuda, profesi, kelompok etnis, perempuan, dll).
68 Meskipun Presiden Habibie berhasil melakukan pemilihan
umum yang bebas bagi anggota parlemen (nasional, propinsi dan
kabupaten) dengan empat puluh delapan partai politik, keputusan
kontroversial yang dibuat adalah untuk mendirikan sebuah ref-
erendum di Propinsi Timor Timur yang membuka jalan menuju
kemerdekaan Timor Timur. Untuk acara rinci selama enam bulan
kepresidenannya, lihat van Dijk (2001). Partai oposisi (PDI
Perjuangan) mendapat mayoritas kursi parlemen (30,8%). Partai
yang berkuasa sebelumnya (disebut “Golkar”) mendapat 22,5%
dari kursi. Lihat selebihnya dalam Sulistyo (2002).