Page 110 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 110

Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto  91

               dan polisi untuk membubarkan MPR dan DPR.            71
               Perubahan dramatis dalam kepemimpinan nasional,
               yang menegaskan kembali peran sentral MPR dalam
               politik nasional, memperkuat gairah aktivis agraria yang
               dipimpin oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
               yang, sejak tahun 1999, mengusulkan Panitia Ad hoc
               MPR-RI yang memiliki tugas untuk mempersiapkan
               rancangan ketetapan-ketetapan MPR untuk dibahas
               dalam Sidang MPR mengagendakan ketetapan khusus
               untuk melaksanakan pembaruan agraria (Konsorsium
               Pembaruan Agraria 1999, 2000).   72


                71  Pada awal Juli 2001, konfrontasi politik antara Gus Dur dan partai
               politiknya (PKB) di satu sisi melawan partai politik lain di sisi lain
               memuncak dengan perintahnya untuk menetapkan keadaan darurat,
               mengarahkan militer Indonesia dan polisi untuk membubarkan MPR.
               Jenderal tentara dan perwira polisi senior menolak dan malahan
               mengerahkan tentara dan tank untuk melindungi gedung MPR RI di
               Jakarta. Untuk detail lebih lanjut lihat Sulistyo (2002).
                72  Dengan mendefinisikan reforma agraria sebagai “proses
               reformasi dan pembangunan kembali struktur sosial, terutama
               di daerah pedesaan, dalam rangka menciptakan pertanian mod-
               ern yang sehat, kepemilikan lahan sebagai dasar bagi mata
               pencaharian yang berkelanjutan, kesejahteraan sosial dan
               sistem keamanan untuk masyarakat pedesaan, dan penggunaan
               sumber daya yang optimal untuk kesejahteraan rakyat,” KPA
               mengusulkan sebelas arah kebijakan untuk Keputusan Majelis
               tentang reforma agraria, yaitu: (i) untuk merevisi undang-
               undang agraria yang ada dan responsif terhadap tuntutan
               masyarakat, (ii) meninjau konsep hak Negara untuk
               mengendalikan   semua    sumber    daya   yang   rentan
               disalahgunakan oleh pejabat pemerintah; (iii) untuk merevisi
               “sektoralisme” hukum dan kelembagaan; (iv) untuk merevisi
               prinsip sentralisme hukum; (v) untuk mengatur batas
               maksimum untuk mengontrol tanah untuk korporasi; (vi) untuk
               melindungi keamanan tenurial untuk petani tanpa tanah, buruh
               pedesaan, dan petani kecil; (vii) untuk mengembalikan
               kebebasan dan hak-hak berkumpul dan berserikat bagi
               masyarakat pedesaan; (viii) untuk menyelesaikan semua konflik
               agraria; (ix) untuk menghidupkan kembali produksi pertanian
               (x) untuk mengatur pengadilan agraria yang independen; (xi)
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115