Page 114 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 114

Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto  95

               hal isi, tetapi juga kekuatan-kekuatan sosial dalam negara
               dan di antara kelompok masyarakat sipil yang
               mempromosikan setiap perangkat arah kebijakan. TAP MPR
               RI tersebut adalah salah satu contoh yang fenomenal, yang
               merupakan hasil kerja kekuatan-kekuatan reformis di alam
               demokrasi dalam mengubah perundang-undangan nasional
               (Rosser et al 2005).
                    Di kalangan aktivis agraria berkembang debat yang
               berpusat pada pertanyaan apakah ketetapan ini bermanfaat
               atau berbahaya bagi kemajuan gerakan sosial pedesaan. Dua
               kubu terpisah dalam menjawabnya: Para pemimpin
               Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memandang bahwa
               TAP MPR ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong
               pemerintah untuk memprogramkan land reform. Sementara
               itu, para aktivis yang berada di dalam dan seputar Federasi
               Serikat Petani Indonesia (FSPI) memandang Ketetapan itu
               sebagai keputusan berbahaya, pintu masuk potensial untuk
               agenda neo-liberal dan imperialis melalui “prinsip-prinsip baru
               pengelolaan sumber daya alam”, dengan implikasi yang
               berpotensi negatif dalam membatalkan UUPA 1960  yang
               sampai sekarang adalah satu-satunya dasar hukum  untuk
               menjalankan land reform. 79
                    Pada pihak lainnya, para aktivis dan pakar
               lingkungan pengusung tema “pengelolaan sumber daya
               alam berkelanjutan” menyambut dengan antusias TAP
               MPR tersebut. Mereka mengintensifkan kerja bersama-
               sama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup
               dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
               (Bappenas) untuk merancang Undang-undang
               Pengelolaan Sumber Daya Alam (RUU PSDA), yang
               mereka ajukan sebagai “payung hukum” yang



                79   Untuk debat lebih detil lihat: Fauzi 2001, Bey, 2002; 2003;
               Bachriadi, 2002; lihat juga Bey 2004, Setiawan 2004, Ya’kub,
               2004.
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119