Page 118 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 118

Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto  99

               menangani “pelanggaran HAM masa lalu,” termasuk
               perampasan tanah (Komnas HAM 2001a, 2001b).
               Pendekatan ini terdiri dari empat elemen kunci yang
               berbasiskan klaim-klaim para korban, yaitu upaya
               pencarian kebenaran, reparasi, peghukuman bagi pelaku
               pelanggaran, dan reformasi kelembagaan.  Commission
               on Restitution of Land Rights (CRLR) dan Land Claim
               Court di Afrika Selatan merupakan dua acuan utama
               yang menginspirasi untuk para pemimpin pakar dan
               aktivis agraria, komisioner Komnas HAM dan para
               pejabat pemerintah. Namun, dalam pertemuan khusus
               dengan para promotor KNuPKA itu pada bulan Juli
               2004, Presiden Megawati secara eksplisit menolaknya
               hanya karena, ia berpendapat, bahwa sebuah lembaga
               negara baru tambahan akan menciptakan komplikasi
               politik dan keuangan bagi pemerintah. Dia menekankan
               bahwa dia sudah mengalami ketegangan dengan komisi
               negara yang ada seperti Komisi Hak Azasi Manusia,
               Komisi Ombudsman, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
               Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, dll. Usulan itu
               kembali diserahkan ke Presiden Susilo Bambang
               Yudhyono (SBY)  yang baru terpilih pada akhir tahun
               2004, namun Presiden SBY memilih menyelesaikan
               konflik agraria dengan tidak dengan mendirikan
               lembaga baru; Ia memutuskan untuk memperkuat dan
               mempeluas kewenangan Badan Pertanahan Nasional
               (BPN), dengan sebuah kedeputian baru, yakni Deputi
               Penanganan Konflik, Sengketa dan Perkara.
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123