Page 122 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 122
Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009 103
atas organisasi BPN, termasuk memperbarui struktur
organisasi BPN baru dengan mengembangkan deskripsi
kerja yang baru untuk tiap posisi; menyelenggarakan
“fit and property tests” untuk semua pejabat BPN (level
1, 2 &3) di BPN Pusat, Kanwil BPN, dan Kantor
Pertanahan; dan kemudian pda tahun 2006
memindahkan 6.338 dari 22.684 pejabat BPN ke posisi
baru, atau sekitar 28 % seluruh pejabat BPN;
(b) Menyetop upaya revisi UUPA 1960, dan sebaliknya
mempergunakan UUPA 1960 sebagai dasar untuk
mengagendakan legislasi baru reforma agraria,
termasuk Peraturan Pemerintah tentang Reforma
Agraria, dan Peraturan Pemerintah tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;
(c) Mendesensitisasi kalangan pejabat pemerintahan dan
lembaga negara (militer, polisi, birokrasi hukum dan
kementrian) terhadap land reform, agar tidak
memperoleh asosiasi politik yang negatif, misalnya
“reforma agraria” dipersepsi sebagai agenda komunis
yang berbahaya, dan sebaliknya menanam dan
mengembangkan pemahaman bahwa “Reforma
Agraria sebagai Mandat Konstitusi, Hukum dan
Politik”;
(d) Mempopulerkan rumus “Reforma Agraria = Asset Re-
form + Access Reform”, yang berarti redistribusi tanah
yang disertai dengan segala macam asistensi dan
fasilitasi untuk meningkatkan akses penerima tanah
berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan,
penguasaan dan pemilikan tanah; 3) menjamin keberlanjutan
sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia
dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan
datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat-tanah; dan 4)
menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis
dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di
seluruh tanah air dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi
melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari.