Page 124 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 124

Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009  105

               pemerintah Indonesia sebagai “ego sektoral”, suatu
               kecenderungan dari suatu badan pemerintah untuk hanya
               memenuhi kepentingan lembaga/sektornya sendiri-sendiri
               tanpa peduli dengan kepentingan lembaga/sektor lainnya.
               Yang juga tidak terjadi adalah upaya yang serius dan
               berhasil dalam mengkoordinasikan dan mensinkronkan
               kepentingan yang berbeda-beda dari badan-badan
               pemerintahan pusat. Yang terjadi adalah Presiden
               membiarkan tiap badan pemerintahan pusat melanjutkan
               kepentingan sektoralnya. Ketiadaan kepemimpinan
               langsung SBY dalam kebijakan land reform membuka jalan
               bagi berlanjutnya sektoralisme badan-badan pemerintah
               itu, terutama hubungan kelembagaan antara BPN,
               Departemen Kehutanan, dan Departemen Pertanian.
                    Karena kepentingan sektoralnya lah, maka agenda
               redistribusi tanah 8,15 juta hektar – berupa tanah-tanah
               negara yang berada dalam “Kawasan Hutan” yang
               tergolong Hutan Produksi Konversi (HPK) yang terletak di
               474 lokasi di 17 propinsi – tak berjalan. Menurut buku Joyo
               Winoto 2008 Tanah untuk Rakyat merujuk pada Laporan
               Persiapan Pelaksanaan PPAN BPN 2007, dari keseluruhan
               Hutan Produksi Konversi (HPK) yang berjumlah 22.140.199
               ha, didalamnya telah dikuasai masyarakat lokal seluas
               13.411.025 hektar, lebih dari 60 persen (Winoto 2008:56). 86




                86   BPN membuat asesment tentang tanah-tanah yang secara
               potensial akan menjadi sasaran PPAN (lihat Winoto 2008:51-57).
               Dalam menanggapi permintaan yang dikemukakan oleh sekelompok
               aktivis LSM, dan juga dalam ceramah yang disampaikan di Balai
               Senat Universitas, Universitas Gajah Mada, pada 22/11/2007,
               Kepala BPN menyebutkan  bahwa detil data dan peta 8.15 juta hektar
               tanah hutan konversi itu tidak akan diedarkan untuk mencegah
               kontroversi. Winoto meyakinkan para aktivis bahwa BPN memiliki
               data dan peta digital masing-masing lokasi. (Keterangan Winoto
               dalam pertemuan dengan para aktivis LSM di Jakarta, 2/5/2008).
               Seorang pejabat BPN memperlihatkan penulis sebuah buku tebal,
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129