Page 128 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 128

Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009  109

                    Jadi, dilihat dari proses kebijakan land reform 2006-
               2009 nyata jelas bahwa BPN, Kementerian Kehutanan,
               dan Kementerian Pertanian adalah badan-badan
               pemerintah tidak ter(di)kordinasi dan ter(di)sinkronisasi
               satu sama lainnya. Mereka masih merupakan aktor-aktor
               yang bertindak dengan aturan kelembagaannya sendiri-
               sendiri, untuk kepentingan sektornya sendiri-sendiri, atau
               melayani kepentingan pihak lainnya, dan juga
               memerankan diri sebagai arena dimana berbagai
               kekuatan sosial saling memperjuangkan kepentingannya
               masing-masing.
                    Selain dari Kementerian Kehutanan dan Pertanian,
               hambatan utama lainnya adalah tidak disetujuinya
               usulan BPN untuk membentuk Lembaga Pengelola
               Reforma Agraria, suatu badan otorita khusus yang
               mengurus segala sesuatu berkenaan dengan upaya
               merencanakan hingga memberdayakan para penerima
               tanah objek land reform dan menjamin tanah-tanah
               yang diredistribusikan itu produktif dan dikelola secara
               berlanjutan. Namun, pembentukan Badan yang
               diancangkan berbentuk “Badan Layanan Umum” ini,
               yakni suatu jenis badan usaha pemerintah yang tidak
               ditujukan untuk kepentingan profit, tidak berhasil
               memperoleh otorisasi dari Departemen Keuangan
               sehubungan dengan keharusan untuk menunjukkan
               bahwa badan ini tidak akan terus-menerus bergantung
               pada dana APBN, melainkan sanggup secara terus-
               menerus hidup  dari perputaran uang yang bermula
               dari modal awal yang diberikan pemerintah.
                    BPN di bawah kepemimpinan Joyo Winoto
               memastikan tersedianya sumber tanah baru untuk
               diredistribusikan, yakni apa yang tergolong “tanah-tanah
               terlantar”, yakni tanah yang sudah diberikan hak oleh
               Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
               Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133