Page 127 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 127
108 Land Reform Dari Masa Ke Masa
Kementerian Pertanian pun memisahkan diri dari
kerangka “Reforma Agraria” tersebut. Alih-alih
menyokong segala upaya asistensi teknis pertanian dan
kredit untuk para penerima tanah-tanah yang
diredistribusi (land reform beneficiaries), Kementerian
Pertanian memfasilitasi perusahaan-perusahaan
raksasa bekerja mengembangkan food estate di
sejumlah tempat, termasuk yang paling luas di
kabupaten Merauke (pada mulanya diharapkan sekitar
1,2 juta hektar, tapi kemudian pemerintah propinsi
Merauke menyetujui 500,000 hektar) (lihat
Pemerintah Republik Indonesia 2010). Hal ini tak lain
adalah bagian dari global land grabbing yang melayani
kepentingan perusahaan-perusahaan raksasa
melakukan akumulasi modal melalui penciptaan
keuntungan (Lihat Zakaria et al 2010, Ito et al 2011).
Tanpa mengaitkan dengan kerangka Reforma Agraria,
Kementerian Pertanian c.q. Dirjen Pengelolaan Lahan
dan Air, memprogramkan pembuatan Rancangan
Undang-udang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, bekerja bersama Badan Legislasi DPR
RI, yang diajukan antara lain untuk mengendalikan
laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
Menurut Naskah Akademik RUU itu, selama periode
1979-1999, konversi lahan sawah di Indonesia
mencapai 1.627.514 Ha atau 81.376 ha/tahun. Khusus
untuk konversi lahan sawah, 1.002.005 Ha (61,57 %)
atau 50.100 Ha/tahun terjadi di Jawa, sedangkan di
luar Jawa mencapai sekitar 625.459 Ha (38,43 %) atau
31.273 Ha/tahun.
43,88%. Dari jumlah ini, ada 19.410 di antaranya atau 26,656
% dari seluruh desa di Indonesia. Sumber datanya adalah
Departement Kehutanan dan Badan Pusat Statistik (2007). Lihat
pula Departement Kehutanan dan Badan Pusat Statistik (2009).