Page 61 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 61
42 Land Reform Dari Masa Ke Masa
mencakup 70 persen dari luas lahan seluruh Indonesia. Dengan
demikian, sektor kehutanan menjadi salah satu sektor
ekstraktif yang strategis. Dari sektor kehutanan ini, rejim
Suharto dan perusahaan-perusahaan penebangan hutan dari
dalam dan luar negeri mengakumulasi kekayaan mereka
dengan mengeksploitasi hutan primer untuk kayu di
kepulauan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya
(Barr 1998, Dauvergne 1994, Gellert 2010) (lihat tabel 1).
Untuk wilayah Jawa dan Madura, pemerintahan
Suharto secara resmi mendirikan kembali Perusahaan
Hutan Negara (Perhutani) pada tahun 1972 dalam bentuk
perusahaan milik negara untuk mengelola lahan hutan di
Jawa Tengah dan Jawa Timur (Peraturan Pemerintah No.
2/1972). Tujuan utama dari Perhutani ini adalah untuk
menghasilkan keuntungan dari produksi kayu jati. Lebih
dari 80 persen dari hutan di Jawa Tengah dan Jawa Timur
berada di bawah kendali Perhutani. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 64/1957, Pemerintah Propinsi Jawa Barat
tetap mempertahankan kewenangannya atas lahan hutan
Jawa Barat. Kawsan hutan Jawa Barat dinilai berbeda
dengan kawasan hutan di Jawa Tengah dan Jawa Timur
karena perbedaan nilai dan keuntungan yang dihasilkan
melalui karakter-karakter hutan yang berbeda. Hanya 7
persen (sekitar 67.861,70 dari 968.100 hektar) dari hutan
Jawa Barat yang merupakan hutan jati. Dan karena
perbedaan ciri-ciri ekologi tanah dan iklim di hutan jati Jawa
Barat, pohon jati tersebut belum pernah tumbuh sebegitu
baik dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Selanjutnya, dengan tujuan untuk membuat
pengelolaan hutan Jawa Barat menjadi menguntungkan
dan tidak tergantung sepenuhnya pada anggaran negara,
pemerintahan Suharto di tahun 1978 memutuskan untuk
memasukkan hutan Jawa Barat dalam kendali Perhutani
(Peraturan Pemerintah No. 2/1978) (Hidayat et al 1980,
Peluso 1992:285 fn 5).