Page 63 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 63
44 Land Reform Dari Masa Ke Masa
Walhasil, setelah memasukkan hutan Jawa Barat,
kawasan yang dikuasai oleh Perhutani sekarang ini
sama dan sebangun dengan kawasan yang dikendalikan
dan dikuasai oleh Jawatan Kehutanan Belanda di Jawa,
kecuali untuk enclave-enclave tanah yang diduduki oleh
para petani, baik yang dimulai pendudukannya pada
masa Indonesia di bawah pemerintah pendudukan
Jepang (1942-1945) atau menduduki dan memanfaatkan
tanah tersebut sejak revolusi (Peluso 1992:125). Bukan
hanya wilayahnya yang sama dan sebangun dengan
pendahulu kolonialnya, lebih dari itu, Perhutani juga
melanjutkan bentuk-bentuk kolonial dari penguasaan
hutan, teritorialisasi, dan pengelolaan hutan yang
dilegitimasi oleh tiga prinsip ideologi utama:
(a) bahwa kehutanan negara dilangsungkan berdasar
prinsip utilitarian, segala sesuatu untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat (the greatest good of the
greatest number of people); (b) bahwa kehutanan
ilmiah (scientific forestry) adalah suatu bentuk
penggunaan sumberdaya yang paling efisien dan
rasional; dan (c) bahwa mempromosikan
pertumbuhan ekonomi melalui usaha produksi
kehutanan adalah orientasi utama (Peluso 1992:125).
Peluso menulis “ideologi-ideologi ini tidak cocok dengan
pandangan masyarakat lokal mengenai hutan, juga
tidak berkontribusi pada perkembangan petani hutan”
(Ibid).
Berbagai karya tulis telah mendokumentasikan
bagaimana rakyat petani di desa-desa sekitar hutan
dikriminalisasi dan berjuang, sehubungan dengan akses
mereka atas hutan di Jawa (Peluso 1992, Lindayanti
2003, Suprapto 2003, Santoso 2004, Mary et al 2007).
Hegemoni Perhutani menguasai kawasan hutan – apa
yang diistilahkan Vandergeest dan Peluso (2001, 2006a,