Page 67 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 67
48 Land Reform Dari Masa Ke Masa
Sukarno mengemukakan sebuah teori bahwa “land
reform merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Revolusi Indonesia” . . . Banyak tanah yang bisa diolah
yang ditelantarkan para tuan tanah bisa diubah
menjadi tanah-tanah yang produktif. Para tuan tanah
wajib menyerahkan kepemilikan mereka yang
melebihi batas tapi mendapatkan ganti rugi yang
layak, asalkan peraturan yang efisien dibuat, dan
mereka bisa tumbuh menjadi pengusaha manufaktur
yang sukses. Land reform yang dijalankan secara tepat
bisa menghasilkan, demikian dinyatakan Sukarno,
distribusi pendapatan yang lebih adil di antara warga
negara dan menciptakan sebuah struktur sosial baru
yang akan membuka jalan bagi produksi nasional yang
lebih tinggi (1969:72).
Jadi, program land reform bertujuan untuk
menghapus kelas tuan tanah yang tanahnya digarap
oleh buruh tani, dan mengurangi jumlah petani tanpa
tanah dengan cara memberikan tanah milik atas dasar
prinsip tanah untuk mereka yang menggarap di atasnya
(Utrecht 1969:72).
UU No. 56/1960 menentukan batas maksimum
dari kepemilikan tanah berdasarkan pada jenis-jenis
tanah (sawah, atau lahan kering) dan kepadatan
penduduk (lihat tabel 3). UU tersebut juga menyatakan
bahwa setiap orang yang memiliki “tanah kelebihan”
(tanah yang jumlahnya melebihi batas kepemilikan
maksimum) harus melaporkannya kepada kepala kantor
agraria setempat dalam waktu tiga bulan setelah
pengesahan UU tersebut. Lebih lanjut, UU tersebut
melarang pemindahan kepemilikan atas “tanah
kelebihan” kepada pihak lain tanpa persetujuan dari
kepala kantor agraria setempat. Kemudian Menteri
Urusan Agraria memperpanjang batas waktunya
berdasarkan kategori wilayah yaitu 30 April 1961, 31 Mei
1961, dan 30 Juni 1961 (Lihat Harsono 1997:296).