Page 72 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 72
Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965 53
reform itu sendiri berniat menggagalkan land reform;
dalam banyak kasus “tanah kelebihan” bahkan
berhasil secara resmi dikeluarkan dari keharusan
sebagai objek land reform.
√ Organisasi-organisasi petani pendukung terbesar
pada land reform dicegah memerankan bagian yang
berarti dalam panitia-panitia tersebut.
√ Para petani menjadi sasaran intimidasi psikologis dan
ekonomis dari para tuan tanah. Para tuan tanah ini
mencegah para petani untuk mendorong penerapan
land reform secara lebih efisien.
√ Kesulitan membuat suatu urutan prioritas dalam
redistribusi tanah baik karena banyak tuan tanah
tidak memiliki buruh maupun karena, dengan
perubahan dalam pendaftaran, para buruh tani
tersebut tercatat sebagai orang yang diluar
kecamatan. Kasus-kasus semacam itu memunculkan
pertentangan sengit antara tuan tanah dengan buruh
tani atau di antara sesama buruh tani sendiri, yang
kemudian, seringkali berujung pada pertengkaran di
antara berbagai organisasi politik (dikutip dalam
Utrecht 1969:79).
Land reform menjadi kerangka pertarungan kelas di
pedesaan Jawa, Bali, dan sejumlah tempat di Sumatera,
termasuk melalui apa yang disebut “aksi-aksi sepihak”, dan
para tuan tanah yang bertindak mempertahankan diri
secara politik karena posisi kelas mereka yang terancam
(Wertheim 1969:14; untuk beberapa contoh konkret dari
konflik antara tuan tanah dan petani, lihat Utrecht 1969;
Lyon 1970).
Hingga akhirnya program land reform secara
mengejutkan berhenti di akhir tahun 1965. Sebuah
manuver yang diorganisir oleh sejumlah elite militer dan
elite PKI yang dimulai dengan menculik dan membunuh