Page 77 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 77

58    Land Reform Dari Masa Ke Masa

            dibuat dan diefektifkan dari tingkat propinsi sampai ke desa,
            untuk memastikan dihentikannya setiap kecenderungan
            mempromosikan pandangan-pandangan ideologis
            “sosialisme Indonesia,” kebijakan-kebijakan yang mengubah
            struktur sosial secara mendasar seperti land reform, hingga
            mobilisasi petani untuk protes, dan memastikan pula
            semuanya terkendali secara tersentral. Bagi mereka yang
            melawan, perlakuan aparat negara yang represif akan
            menghukum mereka, termasuk dengan mempergunakan
            kekerasan secara langsung (Southwood dan Flanagan 1979).
                 Rejim militer otoriter ini mengembangkan kebijakan
            ekonomi nasional yang secara sadar mengganti seluruhnya
            apa yang dicoba jalankan oleh Sukarno.  Sejak Suharto naik
            ke kekuasaan di tahun 1966, kebijakan ekonomi Indonesia
            dibentuk oleh empat paradigma besar yang saling bertanding
            satu sama lain, yaitu nasionalisme, populisme, birokratisme
            predatoris, dan liberalisme (Robison 1997:29-30).
            Karakteristik-karakteristik dasar dari masing-masing
            paradigma perlu dijelaskan secara ringkas di bawah ini.
                 Setelah dominasi investasi asing di awal masa rejim
            Suharto, kemunculan nasionalisme ekonomi sebagai agenda
            nasional dimungkinkan oleh kenaikan mendadak anggaran
            negara dari pendapatan minyak di awal 1970-an.
            Nasionalisme ekonomi ini secara emblematik ditandai
            dengan  munculnya Pertamina, perusahan minyak raksasa
            milik negara, yang menjadi sumber devisa asing besar sekali
            (Robison 1997:33). Harga minyak internasional naik secara
            dramatis antara 1973 dan 1974 sebesar lebih dari tiga kali
            lipat. Dampak dari kenaikan ini, nilai ekspor minyak dan
            gas Indonesia melonjak dari $ US 1,6 milyar, atau 50,1 persen
            dari total ekspor, di tahun 1973. Begitu juga dengan
            pendapatan minyak dan gas pemerintah yang naik
            mencapai Rp 382 milyar, atau 39,5 persen dari pendapatan
            total pemerintah di 1973/74 (Rosser 2003:270). Uang
            minyak tersebut memperkuat kewenangan dan kekuasaan
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82