Page 80 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 80
Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-Paradigma Ekonomi Yang Bersaing 61
restriksi terhadap investasi asing. Konglomerasi ini juga
menikmati akses pada kewenangan dan fasilitas pemerintah
untuk mendapat konsesi lahan untuk eksploitasi minyak dan
gas, penambangan, penebangan hutan, mengembangkan
perkebunan, membangun daerah-daerah industri,
perumahan, dan fasilitas pariwisata, dan lain-lain.
Pada pertengahan 1980-an, dengan turunnya
pendapatan minyak, dan dengan perubahan-perubahan
struktural penting dalam ekonomi dunia, Indonesia
dihadapkan pada kekuatan-kekuatan liberalisme yang
mendorong industri Indonesia ke dalam posisi global
keuntungan komparatif dan menciptakan tekanan untuk
kebijakan-kebijakan deregulasi di saat Indonesia
mereposisikan diri ke dalam pasar global. Sejak pertengahan
1980-an teknokrat Indonesia secara terbuka menentang apa
yang mereka sebut ekonomi pemburu-rente yang dinilai
sebagai suatu ekonomi yang irasional, disfungsional, dan
inefisien. Karena itu, Robison menyimpulkan,
anasir konglomerat dan keluarga-keluarga bisnis-
politik sekarang ini mencoba mereorganisasi peranan
ekonomi negara dan posisi mereka sendiri di dalam
ekonomi, secara selektif mempertahankan kerangka-
kerangka dirigiste [serba intervensi negara] dan
eksistensi pemburu-rente yang menjamin
perlindungan dan akses istimewa mereka, sementara
di saat yang sama membuka kesempatan untuk aliansi
bisnis internasional dan masuk ke dalam sektor-sektor
ekonomi yang secara potensial menguntungkan yang
dipegang oleh monopoli negara (1997:31).
Tekanan lain untuk agenda liberal berasal dari
lembaga-lembaga keuangan internasional, terutama Bank
Dunia. Pada tahun 1991 Bank Dunia menerbitkan sebuah
dokumen yang mengkritik kebijakan tanah di Indonesia
dan mendorong administrasi dan pengelolaan tanah yang
berorientasi pasar. Sebagaimana penulis akan jelaskan