Page 78 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 78

Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-Paradigma Ekonomi Yang Bersaing  59

               negara dan aparatnya sehubungan dengan akses yang besar
               atas anggaran negara, khususnya dalam mengarahkan
               serangkaian investasi besar dalam proyek-proyek industri
               hulu, seperti petrokimia, produk besi dan baja, semen, dan
               pupuk.
                    Semua investasi yang diarahkan nasionalisme ekonomi
               ini telah berakibat pada penciptaan sebuah kebijakan
               pengambilalihan tanah untuk proyek-proyek pembangunan.
               Menurut Robison (1997:29) agenda nasionalisme ekonomi
               dimotivasi oleh dorongan untuk mengubah ekonomi dari
               yang berfokus pada produksi komoditas bernilai rendah ke
               arah suatu ekonomi industri yang berteknologi maju dengan
               kapasitas untuk produksi modal dan barang-barang setengah
               jadi dan dengan sektor jasa yang canggih. Uang minyak
               juga membuat agenda ekonomi kerakyatan menjadi
               mungkin, termasuk mensubsidi bahan kebutuhan pokok,
               pembangunan infrastruktur pembangunan, kredit untuk
               industri kecil dan kegiatan pertanian, dan juga berbagai
               bentuk program pembangunan berorientasi pemenuhan
               kebutuhan dasar. Agenda tersebut didorong oleh alasan
               politik, yang tidak hanya untuk mencegah keresahan sosial
               dengan mensubsidi harga-harga barang pokok namun juga
               menghasilkan legitimasi yang penting untuk popularitas
               rejim.
                    Apa yang disebut Robison (1997) sebagai “birokratisme
               predatoris” dipraktekkan oleh pejabat sipil dan militer yang
               mengambil keuntungan pribadi dan politik melalui posisi
               mereka dalam kekuasaan pemerintahan, termasuk dalam
               kebijakan pengadaan tanah untuk pembangunan. Robison
               (1983) menyebut kelompok ini sebagai birokrat-politik.
               Posisi resmi otoritas mereka di kantor-kantor pemerintah
               merupakan sumber dari kekuasaan mereka, termasuk
               penggunaan (dan penyalahgunaan) kewenangan mereka
               untuk memberikan berbagai konsesi atas tanah, hutan dan
               pertambangan terutama kepada perusahaan-perusahaan
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83