Page 59 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 59

40    Land Reform Dari Masa Ke Masa

            dan memproklamasikan Dewan Revolusi, memprovokasi
            gerakan kontra-manuver yang masif dari Angkatan Darat
            dan kekuatan-kekuatan anti-komunis lainnya, yang secara
            efektif menghabisi kekuatan komunis: ideologi, organisasi,
            hingga orang-orangnya (lihat uraian selanjutnya tentang
            hal ini di bagian akhir “Kebangkitan dan Kejatuhan Land
            Reform 1960-1965”). Digulingkannya Sukarno, dan
            diangkatnya Suharto sebagai presiden baru Republik
            Indonesia di tahun 1966, merupakan awal dari babak
            baru yang mengakhiri program land reform secara
            keseluruhan, termasuk untuk meredistribusikan bagian-
            bagian tanah kehutanan Jawa kepada para petani yang
            tidak memiliki lahan. Peluso menjelaskan:
                   Setelah upaya kudeta, yang kemudian dikenal dengan
                   sebutan Gerakan 30 September (G30S), banyak or-
                   ang yang memiliki masalah dengan Jawatan
                   Kehutanan – yakni para penggarap  tanah kehutanan,
                   buruh kehutanan dari organisasi yang berafiliasi
                   dengan partai komunis, dan para pedagang gelap kayu
                   jati – telah dibunuh atau dipenjara sebagai tahanan
                   politik. Kelompok-kelompok Islam, tentara, dan
                   kelompok pemuda telah digerakkan oleh kekuatan
                   kontra-revolusi untuk menemukan dan membunuh
                   setiap orang yang diketahui atau diyakini sebagai
                   komunis, termasuk setiap orang yang berafiliasi
                   dengan organisasi komunis. Anggota-anggota
                   SARBUKSI yang tidak dibunuh atau dipenjarakan,
                   dipecat secara permanen dari Jawatan Kehutanan
                   (Peluso 1992:120-121).


            seorang petani menuntut hak tanah berdasarkan alasan
            pendudukan tanah yang dilakukan sejak zaman Jepang.
            Dilaporkan beberapa mandor hutan setempat menerima uang
            suap dari pekerja reforestasi agar membolehkan mereka
            menggarap plot-plot tanah di dalam hutan (Departemen
            Kehutanan 1986, 2:109). BTI membela klaim-klaim para petani
            dengan alasan kebijakan pemerintah untuk menaikkan produksi
            makanan. Kelaparan, menurut mereka, sedang melanda daerah
            pedesaan (Mortimer, 1974).
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64