Page 55 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 55

36    Land Reform Dari Masa Ke Masa

            Pada tahun 1930, setelah melalui proses restrukturisasi
            panjang yang pada dasarnya bertujuan untuk memasukkan
            semua wilayah hutan ke dalam kendali pemerintah,
            perusahaan-perusahaan swasta hanya mengendalikan 97
            ribu hektar. Wilayah-wilayah hutan di bawah eksploitasi
            negara mencapai 698 ribu hektar (Furnival 1944:325
            dikutip dalam Boomgard 1994:130-131). Setelah
            pembentukan Dienstvak: Dienst der Bossen op Java and
            Madura di tahun 1938, yang menyatukan Djatibedrijf
            (Perusahaan Jati] dan Dinas Kehutanan yang mengurusi
            kayu rimba, semua eksploitasi hutan oleh perusahaan-
            perusahaan swasta diakhiri (Departemen Kehutanan
            1986a:115, Peluso 1992:67).
                 Sampai akhir era kolonial Belanda di tahun 1940,
            Dinas Kehutanan melaporkan sudah mengelola 757.648
            hektar hutan jati. Jumlah tersebut mencakup sekitar 92
            persen dari jumlah keseluruhan hutan jati di Jawa dan
            Madura. Dinas Kehutanan tersebut mengelola sekitar
            819.749 hektar dari hutan kayu belantara, setara dengan
            30 persen dari jumlah keseluruhan hutan kayu belantara
            di Jawa dan Madura (Soepardi 1974:121).
                 Di bawah pendudukan Jepang (1942-1945), baik
            manajemen maupun institusi kehutanan berada dalam
            kondisi kacau. Ringyoo Tyuoo Zimusyo dibentuk untuk
            menggantikan kewenangan Boswezen, namun sebagian
            besar pengelola hutan berkebangsaan Belanda menolak
            untuk bergabung. Sebagian besar dari kawasan hutan
            tidak berhasil dikelola. Pihak Jepang mengambil kayu


            d. semua tanah-tanah termasuk tanah hutan [negara] disaat
              batasan-batasan hutan ditetapkan (Peluso 1992:66).
              Peraturan yang sama mendefinisikan hutan jati sebagai
            “tanah atau bidang tanah (a) di semua atau sebagian dimana
            pohon-pohon jati tumbuh; dan (b) yang dirancang oleh negara
            untuk perluasan hutan jati, baik tanah tersebut sudah ditanami
            pohon ataupun belum ditanami” (Peluso 1992:66).
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60