Page 57 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 57
38 Land Reform Dari Masa Ke Masa
sebagian dari tanah hutan yang berada dalam kendali Dinas
Kehutanan ke dalam program land reform. Para pengelola
hutan mengartikan kampanye tersebut secara berbeda-beda.
Salah satu faksi dari rimbawan memandang gerakan
tersebut sebagai sebuah ancaman terhadap hutan,
kehutanan dan pengelolaan hutan. Mereka berpendapat
bahwa tanah kehutanan harus dikecualikan dari program
land reform karena Jawatan Kehutanan berdasar pada UU
1927 dan 1932, dan bukannya UUPA 1960. Sedangkan
kelompok rimbawan yang lain bersikap simpatik terhadap
gerakan pedesaan tersebut dan mendukung segala upaya
merombak Jawatan Kehutanan untuk mengakomodasi
tuntutan redistribusi tanah hutan untuk dijadikan tanah
pertanian.
UU kehutanan dan UU agraria merupakan dua
perangkat UU yang secara keseluruhan memiliki rute,
kewenangan dan daerah jurisdiksi yang berbeda. Para
rimbawan yang anti land reform memprakarsai
kesepakatan dengan Presiden Sukarno untuk
mempromosikan status Jawatan Kehutanan menjadi
perusahaan milik negara tingkat propinsi dengan
menjanjikan pendapatan tahunan untuk anggaran
negara dari perusahaan-perusahaan tersebut. Di tahun
1961 Sukarno menandatangani seperangkat peraturan
pemerintah (No. 17 sampai No. 30) untuk mendirikan
perusahaan-perusahaan kehutanan milik negara di tiga
belas propinsi termasuk Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Jawa Barat. Kemudian, Sukarno menandatangani
peraturan pemerintah yang lain (No. 35/1963) yang
mengatur prinsip dan mekanisme pengelolaan
perusahaan-perusahaan kehutanan tersebut. Sebelum
pengaturan ini berjalan, ketegangan antara kalangan
birokrat kehutanan di Jawatan Kehutanan yang pro
versus anti-land reform meningkat sehubungan dengan
banyaknya “aksi pendudukan tanah sepihak” pada