Page 53 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 53
34 Land Reform Dari Masa Ke Masa
yang pertama, Dienst van Boswezen, dengan hak-hak
untuk menguasai tanah, pohon, dan tenaga kerja. 33
Undang-undang tersebut kemudian direvisi dengan UU
tahun 1874, 1875, 1897, dan 1913. Semua itu adalah
undang-undang kehutanan pertama-tama, yang
menerapkan lebih lanjut prinsip Domeinverklaring yang
menyatakan bahwa semua tanah hutan dan tanah yang
tidak dimiliki, adalah tanah milik negara. Tidak semua
petani Jawa membiarkan begitu saja negara kolonial dan
badan penguasa hutan mengurangi, menghapuskan
atau mengkriminalisasikan akses mereka pada tanah,
hutan dan sumber daya hutan. Beberapa petani
melancarkan protes terang-terangan, misalkan seperti
gerakan Samin di Jawa Tengah (1890-1915) (Benda dan
Castle 1969, Peluso 1992:69-78).
Perubahan besar yang ditimbulkan sebagai akibat
dari UU Kehutanan termasuk pendirian Dinas
Kehutanan, Het Boswezen van Netherland Indie pada 1
Juli 1897, pembagian beberapa wilayah hutan menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. UU hutan tersebut juga
memasukkan Dinas Kehutanan di bawah Departemen
Pertanian, Industri dan Perdagangan, dan memindahkan
33 Peluso menulis “UU Hutan 1865 dianggap sebagai undang-
undang hutan yang pertama kalinya di Jawa. Bersama dengan
domeinverklaring tahun 1870, yang menyatakan bahwa semua
lahan yang tidak diklaim dan lahan hutan sebagai lahan negara,
undang-undang ini meletakkan dasar untuk “hutan saintifik”
sebagaimana dipraktekkan sekarang. Meskipun prinsip-prinsip
filosofis dari manajemen hutan negara telah dipelihara selama
ratusan tahun atau lebih di Hindia, dan di tempat-tempat lain selama
milenia . . . , ada sebuah perbedaan antara peraturan saintifik yang
baru dan deklarasi dan perjanjian di tahun-tahun sebelumnya.
Penguasaan tanah mendahului penguasaan spesies dan tenaga kerja
sebagai kunci untuk kebijakan negara terhadap hutan. Negara tidak
melepaskan bentuk-bentuk kendali lama ini, tapi seiring dengan
waktu dan watak negara kolonial yang berubah, berganti pula cara-
cara pengendalian hutan (Peluso 1992:50).”