Page 49 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 49
30 Land Reform Dari Masa Ke Masa
untuk mencapai penyelesaian damai atas ketegangan-
ketegangan yang berdasarkan pada penyelesaian dengan
cara perundingan antara pihak-pihak yang berkonflik.
Pemerintah berupaya: (a) menyediakan sebuah status
hukum yang pasti mengenai tanah-tanah bekas
perkebunan yang diduduki selama pihak yang
menduduki mematuhi persyaratan-persyaratan yang
sudah ditetapkan; dan (b) membuka peluang bagi
perkebunan-perkebunan tersebut yang secara strategis
penting bagi negara dan masyarakat untuk melanjutkan
usahanya. Peraturan tersebut mencatat sekitar 80.000
hektar, dari sekitar 200.000 hektar tanah perkebunan
di Jawa, diduduki rakyat, dan para petani yang
menduduki tersebut mengubah tanah perkebunan
tersebut menjadi lahan pertanian setelah pendudukan
Jepang (1942-1945). 28
Sebelum pemerintah Indonesia bisa mengambil
langkah-langkah hukum untuk melegalisasi
pendudukan tanah ini, tentara Indonesia mengambil alih
kendali atas semua perkebunan milik Belanda ketika
Sukarno mendeklarasikan hukum darurat perang yang
terutama disebabkan oleh pemberontakan-
pemberontakan daerah. Di bawah hukum darurat,
tentara memperoleh kekuasaan yang besar dalam
wewenang politik, pemerintahan, dan administrasi.
Lebih dari lima ratus perkebunan Belanda, sekitar tiga-
perempat dari semua perkebunan di Indonesia (juga pada
sejumlah besar perusahaan-perusahaan Belanda)
dimasukkan dalam pengawasan militer bekerja sama
dengan Menteri Urusan Pertanian. Pihak kementerian
28 Untuk teks yang asli, lihat Gautama (1962:272-284). Pelzer
(1982) membuat sebuah penjelasan historis bernilai tinggi
mengenai perjuangan agraria di Sumatera Timur, termasuk
persoalan okupasi tanah “ilegal” ini.