Page 206 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 206
dengan parameter kemanfaatan, kemandirian, dan
keberlanjutan SRA.
Pendekatan yang lebih tepat ialah pendekatan yang berangkat
dari persoalan, artinya memilih lokasi karena terdapat
persoalan-persoalan krusial yang menjadi amanat untuk
diselesaikan melalui Reforma Agraria, seperti kemiskinan,
ketimpangan dan konflik agraria.
Belajar dari pengalaman dalam Penataan Akses 2021-
2023, itikad FS untuk mencari persoalan (dan bukan
menghindarinya sebagaimana arahan Petunjuk Teknis untuk
bermain aman) agar terfasilitasi penyelesaiannya justru
menjadi nilai lebih, meskipun bukan kapasitasnya sebagai
FS. Fasilitasi tidak berarti harus menyelesaikan dalam
posisinya sebagai FS, namun membuka jalan penyelesaian
melalui otoritas di Kantor Pertanahan. Sejauh ini karena
FS menerapkan Free Prior Informed Consent (FPIC, akan
dijelaskan kemudian) dalam membangun komunikasi
dan relasi dengan SRA, masalah sesensitif akses sumber
produksi, ketidakpastian hak, dan konflik agraria sekalipun
dapat dibicarakan bersama penyintas masalah dengan
kepala dingin dan hati lapang. Tindak lanjut dari kerja yang
sudah ditempuh FS menjadi tanggungjawab GTRA karena
kewenangan FS Penataan Akses tidak sampai sejauh itu.
2. Rekomendasi
Bagian ini merupakan upaya formulasi gagasan yang disarikan
dari hasil evaluasi praktik lapangan dan konsep-konsep yang termuat
dalam Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Golas/
SDGs) dan TAP MPR RI No IX Tahun 2001, keduanya merupakan
arah kebijakan nasional yang langsung terkait dengan agenda-agenda
Reforma Agraria.
1) Prinsip-prinsip SDGs dalam Reforma Agraria
Prinsip penting dijadikan landasan dalam Penataan Akses dalam
rangka Reforma Agraria. Dipandu asas-asas yang memberi bingkai
BAB IV 191
Evaluasi dan Rekomendasi Penataan Akses