Page 204 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 204
Pemodelan berdasarkan hasil pemetaan sosial,
sedangkan pemetaan sosial memprioritaskan SRA
dengan hak milik tanah dibandingkan SRA tuna
kisma. Dengan demikian, pemodelan yang ditawarkan
bias kelas berpunya dan cenderung mengabaikan
jantung persoalan Reforma Agraria yaitu ketimpangan
yang hendak dikurangi. Instrumen lapangan belum
mengakomodasi keragaman kelas sosial ekonomi SRA.
e. Pendekatan Penyelesaian Persoalan (Problem Solving)
Pendekatan Penataan Akses yang berlangsung sejak 2021
menggunakan pendekatan komoditas, hal ini tampak dari
pertanyaan utama pengambil keputusan dalam menentukan
lokasi: apa produk yang dihasilkan SRA di calon lokasi? Lalu
penataan akses diposisikan menjawab persoalan: Bagaimana
memajukan lokasi dengan cara meningkatkan nilai jual
produk atau serapan pasar melalui pemberdayaan di bidang
ekonomi? Kedua pertanyaan ini masih lebih baik daripada:
Apa saja keunggulan lokasi yang bisa dikembangkan?
Pendekatan komoditas bersifat parsial dan partikular,
sementara ada kebutuhan untuk mendekatkan Penataan
Akses dengan tujuan-tujuan Reforma Agraria yang sudah
tersebut dalam definisi Reforma Agraria atau TAP MPR RI
No IX Tahun 2001 sebagai payung hukum.
Mengapa ada kesenjangan antara paradigma pelaksana
Reforma Agraria dengan paradigma Reforma Agraria dan
peraturan perundangan yang mengatur tentangnya?
Menurut kami, persoalan ini berlapis, antara lain:
a. Teknis
Secara teknis, Penataan Akses dalam rangka Reforma
Agraria dibatasi aturan, anggaran, dan waktu.
Pembatasan itu tidak membuka kesempatan bagi kreasi
sepanjang sesuai peraturan perundangan—jika sudah
mencapai target menurut aturan, tidak ada alasan
untuk menjadi lebih baik dengan melampauinya, dalam
kultur birokrasi di Indonesia yang kaku, pembatasan ini
BAB IV 189
Evaluasi dan Rekomendasi Penataan Akses