Page 225 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 225
Reforma Agraria Inklusif yang diupayakan dalam bentuk Penataan
Akses dan konsepnya ditawarkan melalui buku ini masih mempunyai
keterbatasan, antara lain:
1) Praktik Penataan Akses dalam rangka Reforma Agraria
Inklusif dalam konteks buku ini masih dalam ruang lingkup
developmentalisme (ideologi pembangunan) yang masih
rawan terjebak dalam logika ekonomi pertumbuhan, kecuali
Pemerintah Pusat berkomitmen kuat untuk mengurangi
ketimpangan.
2) Konsep GEDSI dalam perspetif tertentu kurang peka kelas
sosial, seolah dengan melibatkan kelompok rentan dalam
pembangunan berarti sudah inklusif. Padahal, relasi kelas
dengan keragaman gender dan disabilitas sering terkait erat,
terutama di kalangan masyarakat umum atau kelompok
menengah ke bawah. Upaya inklusi sosial perlu berakar dari
kondisi material masyarakat Indonesia, yang mana jumlah
kelas rentan masih mayoritas.
3) Inklusi sosial menawarkan cara pandang baru terhadap
disabilitas dan ekspresi gender sebagai keragaman, bukan
kekurangan dan kelainan. Cara pandang baru ini belum
lazim dalam logika masyarakat, paradigma keilmuan
yang dominan dan berwatak oposisi biner, apalagi logika
pembuat kebijakan. Selain itu, empati lebih dibutuhkan
dalam menyikapi keragaman gender dan kondisi tubuh serta
mental.
4) Persoalan ekologis perlu dipertimbangkan karena
menentukan keberlanjutan penghidupan masyarakat.
Mereka yang rawan secara ekonomi, sosial, politik, dan
budaya merupakan kelompok yang paling rentan terdampak
krisis ekosistem. Keberlanjutan keadilan sosial tidak cukup
terjamin tanpa keadilan ekologis.
210 REFORMA AGRARIAN INKLUSIF:
Praktik Penataan Akses Rumah Gender dan Disabilitas
di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul