Page 237 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 237

diklaim  sebagai pemberdayaan  tidak  lebih  dari  penipuan publik.
            Masyarakat masih tidak berdaya, sedangkan pengklaim pemberdayaan
            semakin berjaya. Sungguh,  dedikasi  harus  tersemat lekat  dalam
            regulasi.

                Di Wukirsari,  meskipun  sederhana,  persoalan  kemandirian
            dan  keberlanjutan  ini kami  pikirkan  benar  bagaimana  cara
            mewujudkannya, itu  pun  tidak  selalu berhasil karena hambatan
            struktural: program dibatasi waktu, anggaran dan aturan yang jauh
            dari makna pemberdayaan. Di sisi lain, keengganan masyarakat untuk
            bersungguh-sungguh menjalankan perannya dalam pemberdayaan ini
            dapat dimaklumi karena mereka sudah menuai berbagai kekecewaan,
            entah dari program serupa di masa lalu atau Penataan Akses saat ini.
            Apa yang  bisa  diharapkan  dari  program yang  tidak  menghormati
            kemanusiaan rakyat  demi  menjilat pejabat?  Dalam  sesal  yang  tak
            berkesudahan,  saya  telah menjadi  bagian  dari  penabur harapan
            hampa itu.

            Desember 2022: Menabur Harapan Di Luar Ladang
                Akhir tahun ini jajaran Dirjen Pemberdayaan Tanah Masyarakat
            berkunjung ke  Wukirsari,  seolah menggenapi  kunjungan Menteri
            sebelumnya. Saya  diminta menemui,  mewakili FS  yang  sudah
            menikmati masa purna tugas di kampung halaman masing-masing.
            Saya  mengajak  serta  satu responden  yang paling  rentan,  namanya
            Mbak  Parni,  seorang perempuan penyandang  disabilitas  bajang
            yang hidup sendiri setelah kedua orang tuanya wafat. Di usia yang
            mendekati senja, Mbak Parni adalah potret perempuan mandiri yang
            tangguh meretas  keterbatasan  fisiknya.  Sebagai  perajin  subsisten,
            dalam sehari ia harus bisa bertahan dengan penghasilan bersih Rp.
            20.000, sementara kebutuhan di luar makan tak bisa ditukar dengan
            hasil bumi atau kerajinan tangan, semua harus dalam bentuk uang,
            uang yang melayang-layang dan sering luput digapai kedua tangannya.

                Barangkali  waktu saya  tidak  panjang,  kesempatan saya  tidak
            lapang, dan kemampuan saya tidak besar. Tapi, dalam kesempatan
            saya yang sempit ini, saya ingin menjadi bagian dari upaya kerjasama
            yang memanusiakan Mbak Parni dan mereka yang senasib dengannya.

            222   REFORMA AGRARIAN INKLUSIF:
                  Praktik Penataan Akses Rumah Gender dan Disabilitas
                  di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242