Page 13 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 13
xii M. Nazir Salim (Pengantar Penyunting)
tegas, bahwa dasar pemetaan pemilikan atau penguasaan atas tanah
oleh masyarakat utamanya perlu mempertimbangkan ketentuan-
ketentuan terkait landreform dan tata ruang, hal ini untuk mencip-
takan keadilan sekaligus peduli dengan tata ruang; 6. Sejauh ini, IP4T
sudah berjalan, oleh karena itu yang sudah disetujui oleh Kemen-
terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus segera digunakan
sebagai dasar untuk melakukan revisi tata ruang sekaligus membe-
rikan hak bagi masyarakat dengan skema yang dispeakati.
Tema ketiga, persoalan penguasaan dan administrasi Kota
Batam. Salah satu hal yang penting dari hasil penelitian di Kota
Batam tahun 2015 adalah persoalan keluarnya surat Presiden Joko
Widodo melalui Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan
Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara Nomor
B.2593/Kemensetneg/D-3/DM.05/05/ 2015 tanggal 12 Mei 2015
sebagai jawaban surat tuntutan masyarakat Kampung Tua yang
intinya Gubernur Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN
Provinsi Kepulauan Riau, dan Kepala Badan Pengusahaan Batam
untuk membuat kajian dalam rangka penyelesaian persoalan tanah
Kampung Tua. Namun hingga tahun 2016, perintah presiden tersebut
diabaikan, sebuah keteledoran yang dianggap serius, karena men-
diamkan dengan berbagai alasan. Padahal kajian itulah yang nantinya
akan dijadikan dasar untuk membuat kebijakan secara nasional,
karena Batam secara spesifik berbeda dengan wilayah lain. Untuk
mengambil kebijakan strategis, presiden tidak bisa tanpa dasar dan
alasan yang jelas, sekalipun masyarakat menuntut pemberian hak,
akan tetapi revisi Kepres akan jauh lebih valid jika diawali kajian dari
bawah sebagai bentuk aspiratif dan pertanda harmoninya antara
Pemda, BP Batam, dan Warga setempat.
Persoalan lain yang menjadi temuan adalah belum ada publikasi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) oleh BP Batam dan Peme-
rintah Kota Batam. Hal ini sangat penting karena BP Batam selama
ini mengklaim diri sebagai lembaga yang otoritatif menguasai tanah
Batam dalam bentuk Hak Pengelolaan (HPL), namun hingga hari ini
problem besar itu belum diselesaikan yakni RTRW dan pendaftaran
HPL ke lembaga Agraria (Kem. ATR/BPN) yang memiliki hak untuk
mengeluarkan HPL. Dua persoalan besar ini menjadi urusan serius

