Page 11 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 11
x M. Nazir Salim (Pengantar Penyunting)
Penelitian Pertama, tentang Hak Prioritas/Tanah Bekas Hak
yang secara khusus melihat persoalan HGU di Sumatera Utara. Lokus
Sumatera Utara hanya semata lokus, karena persoalannya juga terjadi
di wilayah lain di belahan Indonesia. Tim peneliti Sumatera Utara
dibekali dengan kajian-kajian sebelumnya yang dilakukan oleh PPPM
terkait pemetaan persoalan lapangan dan rumusan kebijakan.
Pertanyaan awal dalam penelitian ini adalah problematika pelepasan
tanah eks-HGU PTPN II dan PTPN III dan prioritisasi pemberian hak
berikutnya, bagaimana seharusnya mengatur tanah bekas hak dan
siapa pula yang seharusnya mendapat prioritas haknya. Dengan
mendasarkan pada kajian beberapa kasus yang terjadi khususnya
proses pelepasan tanah bekas HGU di Sumatera Utara, posisi Kemen-
terian ATR/BPN sebagai sebuah lembaga yang semestinya kuat
ternyata hanya sebatas mampu mengatasi persoalan administrasinya
semata. Point inilah yang menjadi isu utama sehingga tanah bekas
hak tidak jelas kebijakan yang seharusnya diambil. Berdasarkan
beberapa peraturan yang dimiliki, maka negara hadir bukan semata
slogan tetapi harus diwujudkan dalam kebijakan dan keberpihakan,
agar persoalan segera selesai, konflik segera berakhir, dan keruwetan
segera bisa diatasi.
Dengan dasar beberapa kajian, peneliti menyimpulkan, tidak
tepat jika Kementerian ATR/BPN hanya berlaku demikian, semata
mengurusi administrasi, karena jika demikian maka persoalan tanah
tidak pernah akan selesai khususnya terkait tanah bekas hak, dalam
konteks ini HGU. Kementerian ATR/BPN harus berani dan berdaulat
dalam mengelola tanah-tanah bekas HGU tersebut, sebagai wujud
dari perumus dan pelaksana politik agraria Indonesia, demikian tegas
peneliti.
Salah satu unsur penting yang berperan dari pengalaman tiga
kasus yang dikaji adalah keberadaan Perencanaan Tata Ruang. Ini
menjadi wujud dari keberadaan pelaksanaan politik agraria, yang
mengatur kemana arah bidang dan ruang wilayah Indonesia akan
diperuntukkan dan bagi siapa tanah tersebut diberikan haknya. Di
sinilah tepat bahwa lembaga pertanahan yang saat ini telah menjadi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, seharusnya tidak lagi
berfikir semata mengadministrasi bidang tanah, namun mengatur