Page 18 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 18
PROBLEMATIKA PEMBERIAN HAK
ATAS TANAH BEKAS HGU DI SUMATERA UTARA
Ahmad Nashih Luthfi
Dwi Wulan Titik Andari
Dian Aries Mujiburrahman
A. Pendahuluan
Jika tanah HGU habis masa hak-nya atau diterlantarkan, maka
dianggap masih ada 'hak prioritas' atau 'hak keperdataan' yang
melekat pada pemegang hak semula (perusahaan). Berdasarkan PP
40 Tahun 1996, perusahaan dianggap masih memiliki kewenangan
untuk memperpanjang haknya atau mendapat 'prioritas' mem-
peroleh hak baru. Masa waktu HGU bisa saja habis, namun perusa-
haan perkebunan dianggap masih memiliki 'hak keperdataan' beru-
pa bangunan dan tumbuhan yang ada di atas tanah HGU tersebut,
sehingga perusahaan dapat menuntut jika tanah dialihkan ke
pemegang hak baru atau masyarakat yang telah menggarapnya.
Inilah yang terjadi. Dalam beberapa kasus Pengadilan memenang-
kan perusahaan pemegang formal hak lama, meski jelas-jelas masa
HGU habis atau diterlantarkan dan tanah sudah digarap dan diku-
asai oleh masyarakat sekitar.
Hal itu merisaukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN) yang notabene sebagai
pemegang mandat Hak Menguasai Negara. Pemahaman masih
adanya kedua jenis hak tersebut menempatkan negara, c.q. Kemen-
terian ATR, pada posisi tersandera untuk mengatur tanah kuasa
negara bekas HGU dalam kebijakan pertanahan lebih luas. Tanah
bekas HGU dalam praktiknya tersandera oleh pihak pemegang hak
semula, yang menghalangi Kementerian ATR menguasakan kepada
pihak lain. Inilah permasalahan yang menjadi fokus dari tulisan ini.
Penegasan Hak Menguasai Negara yang ada di kewenangan
Kementerian ATR/BPN diperlukan. Dari sisi regulasi, misalnya
1