Page 121 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 121
memperhatikan perbandingan antara lahan terbangun dengan lahan
terbuka yang mengakibatkan terganggunya fungsi penyerapan air
tanah; (3) erosi dan pencemaran air akibat limbah buangan dari
aktifitas domestik, perindustrian maupun pertanian; (4) adanya
ekspoitasi penggunaan air bersih yang berlebihan oleh gedung-
gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen dan hotel.
Konflik sumberdaya air dan potensi krisis air bersih juga dialami
Kota Yogyakarta yang pada tahun 2014 dengan adanya konfl ik
yang diakibatkan pendirian Hotel Fave yang berdekatan dengan
permukiman warga Miliran. Konflik antara warga dengan pihak
hotel yang diakibatkan oleh keringnya sumur warga ternyata juga
dialami oleh beberapa warga di daerah Gowongan, Penumping dan
Prawirotaman. Hasil investigasi dari beberapa kasus tersebut terbukti
bahwa ada hotel yang sudah beroperasi namun belum memiliki ijin
pemanfaatan air tanah dan ketika dilakukan pumping test hasilnya
menunjukkan bahwa pihak hotel menyedot sumur warga.
Bosman Batubara, melihat permasalahan air di Kota Yogyakarta
dengan menggunakan analisa DPSIR atau Driving forces – Pressure –
State – Impact – Respone, menjelaskan bahwa kondisi berkurangnya air
dikarenakan oleh beberapa faktor yang mengakibatkan bertambahnya
beban sumberdaya air yang ada. Faktor pemicu (driver) yang
menyebabkan berkurangnya air tanah yakni populasi penduduk Kota
Yogyakarta yang tinggi; industri batik; perubahan iklim, dan kapasitas
lembaga pengelola sumberdaya air.
Faktor-faktor tersebut selanjutnya memberikan tekanan
(pressure) terhadap sumberdaya air di Kota Yogyakarta sehingga
menghasilkan kondisi (state) berupa penurunan muka air tanah, serta
terkontaminasinya nitrat dan bakteri e-coli. Dampak (impact) dari
kondisi tersebut yakni menurunnya kuantitas dan kualitas air serta
106 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL