Page 122 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 122
meningkatnya harga air untuk kebutuhan sehari-hari. Tanggapan
(respon) menanggapi kasus tersebut yakni adanya kesadaran warga
akan krisis sumberdaya air menyebabkan banyaknya reaksi penolakan
terhadap pembangunan gedung-gedung komersil yang mulai marak
di Kota Yogyakarta.
Begitu juga dengan makin banyaknya pembangunan hotel di
Kota Yogyakarta, akan selalu berbanding lurus dengan meningkatnya
kebutuhan air untuk menyuplai kebutuhan hotel. Akibatnya ancaman
terhadap berkurangnya air akan selalu menjadi hal utama yang wajib
dicarikan pemecahannya. Yogyakarta sendiri mempunyai alam yang
dapat mencukupi kebutuhan warganya, inilah yang disebut sebagai
68
“kemampuan alam untuk melayani” masyarakatnya. Namun alam
dan lingkungan mempunyai keterbatasan dalam melayani, sehingga
hal yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
yakni meningkatkan kemampuan alam melayani.
Cara yang dapat ditempuh yakni dengan meningkatkan jumlah
dan kualitas air, dengan membuat embung; sumur resapan; penjernih
air; maupun dengan cara penggunaan ulang air. Dalam konteks
pembangunan hotel yang semakin marak di Kota Yogyakarta, maka
meningkatnya jumlah hotel yang disertai juga dengan meningkatnya
jumlah kamar, mengakibatkan kebutuhan akan air menjadi semakin
banyak. Kebutuhan air untuk satu kamar hotel, yakni dua kali (2x)
160 liter, sedangkan kebutuhan air warga hanya 120 liter. Sehingga,
anomali airnya dapat dihitung dengan cara jumlah tingkat hotel
tersebut dikalikan dua.
68 Wawancara dengan Eko Teguh Paripurno, selaku ahli geologis dan Direktur
Pusat Peneli an Penanggulangan Bencana Universitas Pembangunan Nasional
Yogyakarta, pada tanggal 19 Mei 2016.
Dampak Dan Resistensi Atas Pembangunan Hotel 107