Page 33 - Pengantar Filsafat Umum
P. 33
FILSAFAT UMUM 23
mampu mengetahui intisari benda-benda, namun karena tertimbun
oleh pengetahuan semu, pemahaman itu harus dibuka, dibongkar, diber-
sihkan, dan dilahirkan kembali. Semua ini bisa dibantu oleh seorang
‘bidan’.
Meski ‘bidan’ itu penting, tetapi bukan berarti kata ‘bidan’ itu benar.
Sokrates bahkan sangat kritis sekali pada kekuasaan dan kewibawaan.
Banyak pengetahuan ini timbul dari kekuasaan yang memonopoli
kebenaran atau kolusi dengan pihak lain untuk memproduksi ‘penge-
tahuan’ yang harus dikonsumsi masyarakat awam. Sokrates tidak
mengetahui jawaban semuanya, tetapi ia mengajak orang berbicara,
berdiskusi, tukar pikiran dan berdialog. Dia memiliki keyakinan bahwa
dengan dialog, maka semua pihak dapat menyadari kekurangan penge-
tahuannya dan makin menyempurnakannya. Maka, kerangka metodenya
disebut dialektike tehkne–seni berdialog.
Yang paling awal harus disepakati dalam suatu dialog adalah rumusan
tentang topik yang diperbincangkan. Kepada seorang panglima yang
mengklaim paling berani. Sokrates meminta sang panglima tentang rumusan
keberanian. Ia bertanya kepada seorang pemimpin tentang apa rumusan
keadilan. Sering sekali apa yang dianggap mudah, ternyata adalah sulit.
Setiap rumusan yang dikemukakan, Sokrates mengajukan uraian
atau meminta contoh konkrit. Kemudian dikemukakan bandingan atau
pertanyaan. Proses ini disebutnya ‘elenkhos’ (pembantahan). Jawaban-
jawaban yang diberikan kerap menampakkan pertentangan dalam
rumusan dan kesenjangan antara rumusan dan contoh atau antar per-
nyataan. Setiap pernyataan dikupas dan setiap istilah didefinisikan. Ini
suatu proses induksi. Apa itu “keutamaan dan kebenaran” dan berbagai
istilah lain. Jika perlu digunakan analogi. Dari sini, dicarilah generalisasi
dan dirumuskan pengertian umum, yaitu suatu definisi yang mencakup
semua dan mengeluarkan yang tidak seyogianya masuk.
Metode ini bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disiste-
matiskan dalam hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan mem-
perlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (dialog), membedakan,
membersihkan, menyisihkan dan menolak, pada akhirnya akan ditemukan
yang terbaik di antaranya. Yang terbaik inilah dikatakan hakikat sesuatu,
tentu sampai timbul ‘hakikat’ baru melalui metode kritis lagi.
Metode Sokrates ini biasanya tidak mencapai hasil yang definitif.