Page 34 - Pengantar Filsafat Umum
P. 34
24 FILSAFAT UMUM
Setelah dikupas dan dibongkar pasang, sering tidak bisa dirumuskan
hakikat atau rumusan umum. Yang pasti adalah bahwa metode ini
berakibat kepada fakta bahwa banyak orang bersikap kritis. Banyak hal
yang selama ini diterima seadanya dengan baik dan damai, oleh Sokrates
digugat dan diragukan. Segala tonggak kepastian menjadi goyang dan
semua kebenaran akan menjadi goyah. Semua ini menimbulkan kegoncangan
dan krisis. Akhirnya, Sokrates dianggap menggangu stabilitas dan
merongrong wibawa penguasa. Ia dituduh subversif dan diadili, lalu
dijatuhi hukuman mati. Tetapi, metodenya tidak bisa dihukum mati,
tetapi terus berkembang.
Pengembangan metode ini dilakukan oleh muridnya Plato. Ada
perbedaan penting di antara guru dan murid ini. Berbeda dengan Sokrates,
Plato berpendapat bahwa ia, atau manusia, sudah memiliki beberapa
pengetahuan yang definitif dan rumusan pasti. Dari sinilah kemudian
dibina dan dikembangkan pengetahuan definitif dan rumusan pasti
lainnya. Kalau Sokrates lebih banyak bertugas menjadi tukang mendobrak
dan membongkar, Plato mulai membina di atas reruntuhan bongkaran
tersebut. Salah satu cara membinanya adalah dengan memutuskan definisi,
mengajukan hipotesa, melaksanakan analisa dan akhirnya merumuskan
kesimpulan.
2. Metode Intuitif
Plotinus dan Bergson biasanya dicatat sebagai filosof yang meng-
amalkan dan menganjurkan metode ini. Plotinus dikenal mengembangkan
lebih lanjut pokok-pikiran Plato, hingga dikenal sebagai pendiri Neo-
Platonisme dan sekaligus tokoh terkemuka. Plotinus bukan hanya meng-
ambil dari Plato, tetapi menguasai berbagai aliran filsafat, bahkan juga
kelompok keagamaan. Metode intuitif Plotinus memang sangat
dipengaruhi aliran agama yang memakai cara mistik dan kontemplatif.
Sikap kontemplatif ini meresapi seluruh metode berpikir Plotinus,
hingga filsafat bukan hanya sekedar cara berpikir, tetapi lebih merupakan
way of life. Bagi Plotinus, metode lebih terkait dengan eksplisitasi
intuisinya. Sesuai dengan pemikiran Sokrates bahwa pada diri manusia
sudah ada potensi untuk mencapai kebenaran yang hakiki dan intisari
permasalahan. Dengan pensucian diri dan perenungan, maka hal ini