Page 110 - Ayah - Andrea Hirata
P. 110

Ayah ~ 97


                 “Lagi pula, dengarlah liriknya, Ri, and forever I will be your

            lover, dan selamanya aku akan menjadi kekasihmu ..., amboi.”
                 Wajah Sabari merona-rona, blushed, istilah masa kini.







            Sebulan penuh Sabari berlatih. Agar tak mengganggu tetang-
            ga, dia berlatih di pinggir laut. Lolongannya lindap ditelan
            debur ombak Laut Jawa.
                 Akhirnya, tibalah malam Minggu yang ditunggu-tunggu
            itu. Tak mau kalah dengan peserta lain, Sabari berdandan
            seronok. Dia mengantre di stasiun radio sejak pukul 19.30,
            setelah lima belas peserta, tibalah gilirannya. Prime time.
                 Penyiar memintanya bersiap-siap. Sabari mendekatkan

            mulut ke mik.  Dia gugup karena tahu seisi kampung akan
            mendengar suaranya.
                 “Siap?”
                 “Insya Allah, Bang.”
                 Ngeng, lampu merah bertulisan on air menyala. Penyiar

            menyapa pendengar lalu menyapa Sabari.
                 “Jangan lupa kata kuncinya,” kata penyiar.
                 “DYSMDB.”
                 Grrr, tawa berderai dari sound effect.
                 “Ah, bukan itu maksudnya.”
                 “Oh, maaf, Bang, Radio Suara Cinta, ya suaranya, ya
            cintanya.”
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115