Page 105 - Ayah - Andrea Hirata
P. 105
92 ~ Andrea Hirata
ka berkacamata, mengenakan helm khusus, mengenakan sa-
rung tangan, sepatu khusus juga, dan kostum pas badan yang
mentereng.
Sepeda mereka adalah sepeda balap modern. Amiru se-
gera sadar bahwa dia hanya mengenakan sandal dan kemeja
biasa, dan sepedanya adalah sepeda kampung karatan yang
biasa dipakai untuk membawa kayu bakar.
Amiru melihat sekeliling. Hanya dia sendiri yang berse-
peda seperti itu. Tibalah gilirannya, tetapi dia ragu mendekat
ke meja pendaftaran. Pembalap lain ingin cepat-cepat, dia
minggir.
Amiru menatap para pembalap yang mengambil nomor
lomba. Setelah agak sepi, dia memberanikan diri untuk men-
daftar karena dia harus menebus radio ayahnya, dia memer-
lukan biaya untuk ibunya, lagi pula adik-adiknya menunggu-
nya di garis finis.
Akan tetapi, yang dicemaskannya terjadi. Panitia tak
mengizinkannya ikut lomba sebab dia tak memenuhi syarat.
Amiru menuntun sepedanya, menjauh dari meja pendaftar-
an. Dia tersandar lesu di bawah pohon akasia sambil meme-
gangi sepedanya. Dalam pemikirannya, lomba balap sepeda
adalah lomba paling cepat naik sepeda. Siapa yang paling
cepat, selama sepedanya tidak pakai mesin, dialah juara. Na-
mun, rupanya dalam zaman modern ini, perlombaan olahra-
ga tidaklah sesederhana itu.
Amiru terperanjat mendengar bunyi letusan. Dilihatnya
ratusan pembalap berlomba-lomba. Sejurus kemudian mere-

