Page 102 - Ayah - Andrea Hirata
P. 102

Ayah ~ 89


            kecewaan yang dalam, dia berdoa dan terkabul. Di dinding

            kantor dinas pasar dilihatnya pengumuman lomba balap se-
            peda di ibu kota kabupaten.
                 Amiru melonjak melihat hadiah ketiga untuk tingkat
            remaja saja masing-masing lima juta rupiah. Itu jauh lebih
            besar daripada yang diperlukannya untuk menebus radio,
            bahkan tersisa banyak untuk biaya pengobatan ibunya. Ma-
            laikat-malaikat turun  untuk  melihat  niat  yang baik, begitu
            ayahnya selalu berkata. Perkataan itu benar. Amiru terharu.
                 Hal lain yang membuat Amiru girang bukan hanya jum-

            lah hadiahnya, melainkan dia juga yakin akan menang, pa-
            ling tidak juara ketiga di tangan. Alasannya masuk akal, dia
            terbiasa bekerja keras karena itu tenaganya jauh lebih besar
            daripada rata-rata anak berusia sebelas tahun. Dia terbiasa
            membantu ayahnya, mencari lalu membonceng kayu bakar,
            paling tidak tiga puluh kilogram beratnya. Libur sekolah dia
            bekerja menggerus pohon karet, bersepeda enam puluh ki-
            lometer dari rumahnya, berarti 120 kilometer pergi pulang,
            setiap hari. Dalam balap sepeda sesama anak kampung, dia
            selalu meninggalkan kawan-kawannya jauh di belakang. Ba-
            lap sepeda bukan barang baru baginya.
                 Setiap hari Amiru berlatih keras, tak kenal lelah. Dia

            menaiki tanjakan sambil membonceng kedua adiknya sekali-
            gus. Amirta dan Amirna bersorak-sorak menyemangati sang
            abang. Lain waktu Amiru membonceng ayah dan kedua adik-
            nya. Ayah di boncengan belakang, si bungsu Amirna digen-
            dong Ayah, si tengah Amirta duduk di bagian tengah sepeda.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107