Page 121 - Ayah - Andrea Hirata
P. 121

108 ~ Andrea Hirata


          tu Sabari mengangkat kursi roda sekalian dengan ayahnya.

          Sedih bercampur bangga Izmi  melihat Sabari  mendorong
          kursi roda ayahnya menuju sekolah.
              Izmi kembali ke tempat duduk, bergabung lagi dengan
          ibu dan adik-adiknya. Nama siswa mulai dipanggil satu per
          satu untuk menerima ijazah di atas panggung. Izmi tak ber-

          henti tersenyum, tetapi tak berhenti pula menghapus air mata.
              Namanya dipanggil. Melihat siswa yang paling terharu
          itu, Bu Norma yang mau menyerahkan ijazahnya bertanya,
          “Mengapa kau menangis, Mi?”
              Izmi diam saja.
              “Mengapa?”
              Izmi tersenyum.
              “Tak tahulah aku, Bu.”

              “Adakah yang ingin kau sampaikan?” Bu Norma me-
          nunjuk mik di podium.
              Izmi menggeleng. Sebenarnya, dia ingin sekali menga-
          takan pada setiap orang bahwa Sabari adalah pahlawannya,
          inspirasi terbesarnya. Orang yang diam-diam memberinya

          kekuatan. Tanpa Sabari tak mungkin dia dapat menyelesai-
          kan SMA. Sabari sendiri tak pernah tahu hal itu.
              Izmi kembali ke tempat duduk. Tak lama  kemudian
          nama Sabari dipanggil dan riuhlah tepuk tangan untuknya.
          Rupanya selama tiga tahun di SMA itu, Sabari cukup popu-
          ler. Tak jelas karena apa, yang jelas bukan dari prestasi di bi-
          dang pelajaran.
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126