Page 187 - Ayah - Andrea Hirata
P. 187
Juru Puisi
MESTINYA pukul 4.00 sore, Ukun dan Tamat sudah datang.
Jumat puisi, begitu Sabari menyebut pertemuan mereka se-
tiap Jumat sore di warung kopi Solider. Biasanya Sabari me-
nyitir puisi, sekadar menghibur kawan-kawannya, para kuli
tambang, usai seharian membanting tulang.
Bergabung pula orang-orang kecil lainnya: para peda-
gang kaki lima, tukang reparasi jam, tukang reparasi elek-
tronik, tukang semir sepatu, serta mereka yang menyenangi
puisi. Mereka suka melihat Sabari beraksi. Sesekali mereka
pun membaca puisi. Sabari-lah yang memulai kebiasaan unik
itu. Mereka yang suka obrolan cinta datang ke warung kopi
Usah Kau Kenang Lagi. Yang suka obrolan sepak bola ke wa-
rung kopi Tarmizi dan Anak-Anaknya, sejak 1947. Yang suka
obrolan politik ke warung kopi Respek dan Demokrasi. Yang
suka puisi, ke warung kopi Solider.

