Page 184 - Ayah - Andrea Hirata
P. 184
Stadium 3
WAKTU penghulu membimbing Sabari untuk akad nikah,
baru satu-dua kata penghulu bersabda langsung disambar Sa-
bari. Cepat sekali, macam tukang dadu cangkir menyambar
duit seribu. Sabari mengucap akad sekali saja, cerdas, fasih,
lancar, bahkan lebih lancar daripada penghulu. Ukun terpa-
na dan bertanya bagaimana Sabari bisa begitu hebat.
“Aku sudah hafal ucapan nikahku pada Lena sejak kelas
tiga SMP,” jawab Sabari dengan tenang.
Bulu kuduk Ukun merinding.
Sabari bersanding dengan Marlena adalah pemandang-
an paling mustahil yang pernah dilihat Ukun dan Tamat. Se-
mua yang hadir dalam perhelatan yang amat sederhana itu
kiranya sependapat dengan mereka. Acara itu semakin seder-
hana karena hanya sedikit yang datang. Orang-orang yang di-
undang menyangka undangan dari mulut ke mulut itu hanya
kelakar. Hanya bagian dari lelucon yang sudah kerap mereka

