Page 208 - Ayah - Andrea Hirata
P. 208
Ayah ~ 195
Adapun Boros Akinmusire, pemain trompet dalam band
Setia Nada berkata, “Repot sekali kalau ada Bang Jon, ngo-
mel saja kerjanya. Tapi, kalau tak ada, kami rindu. Tak man-
tap rasanya kalau tak ada dia.”
Komentar itu diaminkan Obet Glasper, pada kibod—sa-
lah satu pemain kibod terbaik Sumatra, asli Binjai—Gandrik
Hoj, pada bas, Kris Dep, pada drum, Markus Stiklan, pada
saksofon, dan Palawijaya, pada gitar pengiring.
“Bang Jon! Bang Jon!” seru siapa saja di pinggir jalan
kalau Jon melewati Jalan M. Yamin dengan sepeda motor-
nya yang gagah. Dia adalah selebritas lokal. Jon melambai
sambil tersenyum lebar. Rambut gondrongnya berkibar-kibar
diterpa angin, keren sekali. Jika Manikam lewat, orang-orang
hanya mengangguk pelan untuk menyapanya, hormat, men-
jaga, dan formal.
Apa lagi? Semuanya berbeda antara Manikam dan Jon,
yang sama hanya satu, keduanya sedang mengalami krisis ru-
mah tangga tingkat gawat, yaitu digugat cerai istri masing-
masing karena alasan yang sama, istri tak lagi bahagia.
Tak ada informasi lebih lengkap soal tidak bahagia itu.
Ada gosip Manikam dan Jon diam-diam mata keranjang.
Ada yang bilang bersangkut paut dengan politik kantor un-
tuk Manikam dan politik panggung untuk Jon. Ada pula yang
berspekulasi mungkin istri Manikam bosan pada kemapanan,
sedangkan istri Jon bosan dengan ketidakmapanan. Ironi dan
paradoks, memang selalu menjadi bagian paling memesona
dari cinta.

