Page 212 - Ayah - Andrea Hirata
P. 212
Ayah ~ 199
Dia panik. Ditinggalkannya latihan itu begitu saja.
“Mau ke mana kau?” tanya Boros Akinmusire.
Jon tak menjawab. Bergegas dia ke tempat parkir. Di-
engkolnya motor, siap meluncur, hampir saja dia lupa menge-
nakan helm. Lalu, memelesatlah dia dengan kecepatan ting-
gi. Berbelok dia ke arah Jalan Putri Hijau. Lampu merah di
muka kantor pos diterjangnya dengan semena-mena, padahal
kereta mau lewat, lalu di-geber-nya motor sejadi-jadinya me-
ngelilingi Lapangan Merdeka.
Yang mengenalnya heran melihat tingkahnya. Mereka
memanggil-manggilnya, tetapi Jon tak membalas sapa mere-
ka seperti biasanya. Bukan baru sekali istrinya minggat. Se-
lama bertahun-tahun sering pula istrinya mengancam akan
mengkhatamkan hubungan mereka, tetapi baru kali ini istri-
nya benar-benar serius. JonPijareli kalut.
Nun jauh di pojok paling selatan Sumatra, di Pulau Belitong,
Sabari juga menerima surat panggilan dari pengadilan aga-
ma. Seorang lelaki berbaju safari—tersemat lambang Korps
Pegawai Republik Indonesia di atas saku kanan—dan berko-
piah mendatanginya.
“Saudara Sabari bin Insyafi?”
“Saya, Pak, saya sendiri.”
“Apakah ada kesalahan dengan nama dan alamat ini?”

