Page 295 - Ayah - Andrea Hirata
P. 295
282 ~ Andrea Hirata
dih menonton drama dari TVRI Palembang, Sabari tidak.
Orang-orang kecewa menonton bola bundar berwarna-warni
disertai bunyi berdenging, Sabari tidak. Orang-orang ngo-
mel-ngomel melihat layar televisi berbintik-bintik dan berbu-
nyi seperti hujan lebat, Sabari tidak.
Tahun ketiga, orang-orang tertawa menonton “Srimu-
lat”, Sabari menangis. Orang-orang bersedih menonton dra-
ma dari TVRI Palembang, Sabari tertawa. Orang-orang ke-
cewa menonton bola bundar berwarna-warni disertai bunyi
berdenging, Sabari tersenyum. Orang-orang ngomel-ngomel
melihat layar televisi berbintik-bintik dan berbunyi seperti hu-
jan lebat, Sabari tertawa.
Tahun keempat, Sabari tak bisa tidur memikirkan bagai-
mana orang bisa berada di dalam televisi.
Tahun kelima, Sabari melihat-lihat bagian belakang TV
Sanyo hitam putih empat belas inci itu, jangan-jangan ada
para pemain “Srimulat” kecil-kecil di dalam televisi itu.
Tahun keenam, Sabari tak lagi menonton televisi di ba-
lai desa karena takut pada manusia-manusia kecil di dalam
televisi.
Tahun ketujuh, terjadi keributan besar di pasar karena
pasar diserbu kambing, sapi, dan kerbau, ratusan jumlahnya.
Hewan yang biasanya berada di padang yang luas dan sepi
menjadi panik melihat orang banyak, kendaraan lalu-lalang,
dan mendengar hiruk pikuk pasar. Mereka semburat tak ke-
ruan, berteriak-teriak, menerjang para pedagang kaki lima,

