Page 309 - Ayah - Andrea Hirata
P. 309

296 ~ Andrea Hirata


              “Jadi, apa yang harus kami lakukan, Bu?”

              “Cukup dengan  berbahasa Indonesia  secara baik dan
          baku, kau akan terbebas dari sikap tidak sopan, akan lancar
          berbicara dengan orang dari daerah mana pun!”
              “Maksud Ibu?”
              “Misalnya, kau mau duduk di depan orang-orang lain,

          dalam bahasa Belitong, ringkas saja, kuang ke aku dudok de sinek?
          Dalam bahasa Indonesia, dapatlah kau katakan, ‘Bapak atau
          Ibu, berkenankah seandainya saya duduk di sini?’ Hmmm,
          elok, bukan?”
              “Elok nian, Bu.”
              “Jangan sungkan berpantun, berpepatah. Pantun adalah
          madu bahasa, pepatah adalah harta bahasa. Pakailah kata-
          kata seperti wahai, kiranya, seandainya, bilamana, manakala, sudi-

          kah, berkenankah, sediakala, gerangan, semua itu perbendaharaan
          bahasa Indonesia yang megah dan bermutu tinggi. Kata-kata
          itu mencerminkan kualitas watak orang yang mengucapkan-
          nya!”
              Bu Norma masuk ke kamar  lalu  kembali membawa

          buku yang sangat tebal. Begitu tebal sehingga kalau menimpa
          anak kecil, mungkin anak itu bisa pingsan.
              “Pakailah ini,  kalian akan selamat,” kata Bu Norma
          sambil menyerahkan buku itu kepada Ukun.
              Ukun membaca judulnya. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
          Milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak diperdagangkan.
          Berdasarkan Instruksi Presiden No.7 Tahun 1983.
   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314